I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumber daya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan-jalan untuk transportasi, daerah-daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk maksud ilmiah.
Penggunaan tanah untuk sektor pertanian meliputi penggunaan untuk pertanian tanaman pangan, pertanian tanaman keras, untuk kehutanan maupun untuk ladang penggembalaan dan perikanan. Namun seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk maka lahan yang tersedia untuk sektor pertanian semakin lama semakin sempit. Kondisi tersebut menimbulkan adanya permasalahan baru dalam penyediaan bahan pangan yang terus meningkat sebagai akibat dari penduduk yang terus bertambah dan ekonomi yang berkembang.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan alternatif dalam upaya penyediaan lahan untuk sektor pertanian, sebab pertanian ada dan tumbuh karena tersedianya lahan. Meskipun saat ini mulai dirintis pertanian tanpa lahan dengan teknologi hidroponik namun paling tidak sampai beberapa dekade lahan untuk pertanian masih dibutuhkan mengingat mahalnya teknologi tersebut.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam upaya penyediaan lahan untuk pertanian yaitu dengan memanfaatkan lahan marginal pasir pantai sebagai lahan bercocok tanam. Lahan pasir pantai merupakan lahan bermasalah kedua setelah tanah masam, dimana lahan marginal pasiran pantai sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi lahan budidaya yang produktif terutama untuk budidaya tanaman hortikultura.
Upaya pemanfaatan lahan pasir pantai sebagai lahan budidaya tanaman hortikultura tersebut sudah mulai dilaksanakan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bagian selatan yang membentang sepanjang ± 110 km dan berbatasan dengan garis pantai merupakan lahan pesisir, dengan luas ± 8.250 ha, sekitar 3.408 ha merupakan lahan pasir yang membentang sepanjang ± 33 km melintasi bagian selatan Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur Kulon Progo, Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek Bantul.
Dikawasan pantai selatan, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya dalam menyediakan prasarana irigasi berupa saluran-saluran air dari sungai besar yang kemudian dibawa mendekati wilayah (lahan) pasir dalam bentuk embung, reservoir, maupun pipa-pipa penyalur air dari reservoir ke sumur-sumur renteng pada lahan-lahan usaha tani. Sehingga untuk masalah ketersedian air sepanjang waktu dapat terjamin, mengingat permasalahan utama yang ada pada lahan pantai adalah masalah ketersediaan air. Hal ini disebabkan karena kondisi tanah lahan pasir pantai yang merupakan tanah pasiran pantai mempunyai daya serap terhadap air yang tinggi.
Break Event point (BEP) per 1.000 meter persegi untuk komoditas yang diusahakan di lahan pantai berdasarkan hasil identifikasi tahun 2000 adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Nilai Break Event Point dan R/C Ratio Beberapa Komoditas yang Diusahakan Pada Lahan Pantai Tahun 2000
No | Komoditas | BEP | RC Ratio | |
Produksi (Kg) | Harga (Rp) | |||
1 2 3 | Semangka Cabai Kacang tanah | 1.370 232 58 | 438 3.297 3.032 | 1,44 2,84 1,37 |
Sumber : Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta (www.diy.com)
Selain itu lahan pasir pantai juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk pembibitan, seperti cabai merah, terong, dan tomat. Bibit yang ditanam di lahan pantai pertumbuhannya lebih cepat, serentak dan lebih bagus perkembangannya karena akar tidak banyak yang putus bila dipindahkan dan tidak mengalami stagnasi pertumbuhan.
B. Perumusan Masalah
Pembangunan ekonomi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih berbasis pada pembangunan pertanian dengan industrialisasi pertanian melalui pengembangan agribisnis dan pengembangan wilayah. Pengembangan agribisnis memerlukan lahan untuk kegiatan usahatani, namun kenyataan menunjukkan bahwa lahan sawah berkurang untuk kepentingan aktivitas non pertanian. Disamping itu, menurut Dinas Pertanian DIY (2002) rata-rata pemilikan lahan sawah petani di Daerah Istimewa Yogyakarta sempit, sehingga pemanfatan lahan marginal seperti lahan pasir pantai merupakan lahan alternatif yang dapat dioptimalkan penggunaannya.
Pemanfatan lahan pasir pantai di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diharapkan akan dapat menambah areal tanam yang senantiasa berkurang tiap tahun, memberi kesempatan bekerja, pemberdayaan masyarakat, meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya lahan, air dan bahan organik setempat, demikian pula sumberdaya manusia (petani) disekitar lahan. Apabila pemanfaatannya dilakukan secara optimal maka akan mendatangkan pendapatan puluhan milyar per tahun.
Salah satu kawasan pantai yang menjadi daerah pengembangan lahan pasir pantai tersebut adalah kawasan Pantai Samas yang terletak di Desa Srigading. Di kawasan tersebut macam komoditas yang banyak dibudidayakan oleh para petani adalah bawang merah dan cabai. Dari hasil uji coba dengan sistem Demplot oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bantul diperoleh kesimpulan bahwa usahatani bawang merah dan cabai pada kawasan tersebut menguntungkan.
Apabila dilihat dari segi produktivitasnya maka lahan pasir pantai yang telah dimanipulasi, produktivitasnya tidak berbeda jauh dengan usaha tani pada lahan sawah, demikian pula dengan kualitas hasil panennya. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari lahan pasir pantai yaitu bahwa lahan ini bisa ditanami sepanjang tahun. Meskipun saat ini petani disekitar kawasan tersebut dalam memanfaatkan lahan pasir pantai hanya sebatas sebagai usahatani sampingan, akan tetapi pendapatan yang diperoleh dari usahatani tersebut mampu memberikan sumbangan bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka.
Uraian diatas menunjukkan bahwa lahan pasir pantai mampu memberikan manfaat bagi sektor pertanian. Namun pada kenyataannya yang ada pada tahun 2003 adalah bahwa dari 3408 ha luas lahan pasir pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta baru kira-kira 40% atau sekitar 1492 ha yang diusahakan dengan sungguh-sungguh. Selain itu dari segi sumber daya manusia, masyarakat pesisir pantai berusahatani di lahan pantai masih sebagai usaha sampingan, kadang-kadang hanya diusahakan oleh beberapa orang petani saja dan kurang berkembang disamping kesadaran untuk berusaha secara kelompok masih rendah.
Terkait dengan hal tersebut maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa besar nilai ekonomi lahan pasir pantai di Kabupaten Bantul?
2. Berapakah besarnya biaya, produksi, penerimaan, dan pendapatan usaha tani bawang merah dan cabai pada lahan pasir pantai?
C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui besarnya nilai ekonomi lahan pasir pantai bagi petani di sepanjang pantai selatan Kabupaten Bantul.
2. Mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap permintaan lahan pasir pantai di Kabupaten Bantul.
II. PEMBAHASAN
Nilai ekonomi merupakan penjumlahan dari harga yang dibayarkan dan surplus konsumen. Pendugaan nilai ekonomi lahan pasir pantai dilakukan dengan mengintegralkan fungsi permintaan lahan pasir pantai. Adapun batas-batas yang digunakan yaitu pada Q = 0 untuk batas bawah dan Q = rata-rata untuk batas atas. Sedangkan untuk perhitungan harga yang dibayarkan dilakukan dengan mengalikan Q rata-rata dengan X1. Penentuan surplus konsumen dilakukan dengan mengurangkan nilai ekonomi dengan harga yang dibayarkan. Penentuan nilai ekonomi, surplus konsumen dan harga yang dibayarkan tiap-tiap hektar dengan membagi nilai ekonomi, harga yang dibayarkan dan surplus konsumen tiap-tiap rumah tangga dengan rata-rata luas lahan yang diusahakan. Adapun luas lahan pasir rata-rata yang diusahakan adalah 0,0977 hektar. Hasil perhitungan nilai ekonomi, harga yang dibayarkan dan surplus konsumen dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. Nilai Ekonomi, Harga yang Dibayarkan, dan Surplus Konsumen
Uraian | Rp/RT | Rp/ha | Rp/m2 |
Nilai Ekonomi Harga yang dibayarkan Surplus Konsumen | 45.540.880,52 2.563.754,49 42.977.126,03 | 466.129.790,40 26.241.089,99 439.888.700,40 | 46.612,98 2.624,11 43.988,87 |
Sumber : www.kompas.com.
Berdasarkan Tabel diketahui bahwa nilai ekonomi yang dihasilkan lahan pasir pantai tiap hektar adalah Rp. 466.129.790,40/th dan harga yang dibayarkan Rp. 26.241.089,99/th sehingga surplus konsumennya Rp439.888.700,40/th. Surplus konsumen tersebut mencerminkan manfaat yang diperoleh petani dan timbul karena petani menerima lebih dari yang dibayarkan.
Setiap melakukan usaha bisnis, perhitungan biaya produksi dan pendapatan selalu menjadi pertimbangan utama agar diperoleh hasil optimal. Resiko kegagalan dan permintaan pasar juga perlu diperhitungkan karena usaha tani yang telah mencapai sukses tidak akan ada artinya apabila tidak diikuti dengan harga yang memadai.
Sebagai dasar perhitungan usaha tani, analisis biaya dan pendapatan diperoleh dari petani yang melakukan budidaya bawang merah dan cabai pada lahan pasir pantai.
1. Rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja
Dalam usaha tani sarana produksi dan tenaga kerja merupakan dua hal yang mutlak diperlukan. Sarana produksi tersebut meliputi benih, pupuk, dan pestisida. Data rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja pada usahatani bawang merah dan cabai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Pada Usahatani Bawang Merah dan Cabai Secara Tumpangsari
No | Uraian | Per Usahatani | Per Ha |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. | Benih bawang merah (kg) Bibit cabai (ikat) Pupuk Kandang (kg) Pupuk NPK (kg) Pupuk urea (kg) Pupuk TSP (kg) Pupuk KCl (kg) Pupuk Za (kg) Pestisida (ml) Tenaga Kerja (HKP) | 152,60 4,60 6.203,13 16,43 46,10 42,9 41,86 46,10 887,50 125,12 | 1561,92 47,08 63.491,56 168,17 471,86 439,09 428,45 471,85 9.083,93 1.280,66 |
Sumber: www.kompas.com.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata benih bawang merah yang dibutuhkan per hektarnya adalah 1561,92 kg, bibit cabai 47,08 ikat (1 ikat = ± 100 batang), pupuk urea 471,86 kg, pupuk TSP 439,09 kg, pupuk KCL 428,45 kg, pupuk Za 471,86 kg, pupuk kandang 63.491,56 kg, pestisida 9.083,93 ml, dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk tiap hektarnya adalah 1.280,66 HKP.
Pada usahatani lahan pasir pantai, cabai biasanya ditanam disela-sela bawang merah atau sistem tanam yang digunakan biasa disebut sebagai sistem tumpang sari. Bibit cabai ditanam sewaktu bawang merah berumur satu bulan. Akan tetapi bibit cabai tersebut sudah disemai sebelumnya kira-kira selama 1 bulan. Salah satu manfaat adanya sistem tanam tumpang sari seperti yang dilakukan oleh para petani lahan pasir pantai ini adalah pohon cabai bisa dijadikan sebagai pelindung tanaman bawang merah karena kondisi lahan yang gersang sehingga penguapan air akan bisa ditekan seminimal mungkin. Hal ini tentu saja akan menghemat tenaga kerja untuk menyiram.
Untuk penggunaan pupuk, pupuk kandang dijadikan sebagai pupuk dasar yang diberikan sebelum benih bawang merah ditanam. Setelah benih ditanam maka akan dilakukan pemupukan lagi dengan menggunakan pupuk urea, Za, TSP dan KCL. Setelah tanaman bawang merah berumur 13 hari maka dilakukan pemupukan yang ketiga. Jika pertumbuhan bawang merah sudah baik maka tidak dilakukan pemupukan lagi.
Pemupukan cabai dilakukan dalam dua tahap, yang pertama dilakukan dua minggu setelah bibit ditanam. Pada pemupukan ini, pupuk dicairkan terlebih dahulu dengan air kemudian disiramkan didekat batang tanaman cabai. Pemupukan kedua dilakukan setelah bawang merah dipanen atau jika pertumbuhan cabai kurang baik maka pemupukan kedua bisa dilakukan pada saat bawang merah berumur 40 hari.
Untuk rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usaha tani bawang merah dan cabai secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HKP)
No | Uraian | Per Usahatani | Per Ha |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. | Mengolah tanah Membuat bedengan Meratakan Menanam Memupuk Menyiram Menyemprot Memanen | 4,43 2,08 2,08 7,08 7,05 77,35 4,91 24,01 | 45,34 21,29 21,29 72,47 72,16 791,71 50,26 245,75 |
Sumber: www.kompas.com.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan tiap hektar pada saat mencangkul adalah 45,34 HKP, membuat bedengan 21,29 HKP, meratakan 21,29 HKP, menanam 72,47 HKP, memupuk 72,16 HKP, menyiram 791,41 HKP, menyemprot 50,26 HKP, dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memanen tiap hektarnya adalah 245,75 HKP.
Untuk bawang merah, panen dilakukan saat bawang merah berumur 52 – 60 hari tergantung dari varietas yang ditanam. Sedangkan tanaman cabai pemanenan dilakukan empat hari sekali dan dilakukan kurang lebih selama 10 kali pemanenan. Panen pertama dilakukan kira-kira satu bulan setelah bawang merah dipanen. Sehingga selang waktu panen antara bawang merah dan cabai tidak terlalu jauh karena cabai sudah disemai sebelumnya.
2. Rata-rata harga, produksi dan penerimaan
Lahan pasir pantai yang digarap oleh para petani tersebut merupakan lahan yang berstatus sebagai tanah SG (Sultan Ground = tanah milik keraton Yogyakarta). Lahan tersebut diserahkan pemanfaatannya secara sukarela kepada para petani setempat.
Tabel berikut menjelaskan rata-rata harga, produksi dan penerimaan pada usahatani bawang merah dan cabai secara tumpangsari yang dilakukan di lahan pasir pantai.
Tabel. Rata-rata Harga, Produksi dan Penerimaan Usahatani Bawang Merah dan Cabai Secara Tumpangsari
No | Uraian | Per Usahatani (0,0977 Ha) | Per Ha |
1. 2. | Bawang Merah a. Harga (Rp) b. Produksi (kg) c. Penerimaan (Rp) Cabai a. Harga (Rp) b. Produksi (kg) c. Penerimaan (Rp) | 4.177,50 1240,00 5.186.500,00 1250,00 677,50 846.875,00 | 4.177,50 12.691,91 53.085.977,48 1250,00 6.934,49 8.668.116,68 |
Sumber: www.kompas.com.
Berdasarkan abel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata harga bawang merah untuk tiap kilogramnya Rp 4177,50 sedangkan harga cabai rata-rata Rp. 1250,00. Penerimaan tiap hektar untuk usahatani bawang merah adalah Rp.53.085.977,48 lebih besar dari penerimaan usaha tani cabai yang hanya Rp.8.668.116,68. Tinggi rendahnya harga hasil produksi ini akan banyak memberikan pengaruh terhadap besarnya penerimaan yang diperoleh petani. Dalam masalah harga petani tidak dapat berbuat banyak. Pada pemasaran hasil produksinya para petani biasanya hanya menjual pada para pedagang lokal yang ada disekitar kawasan tersebut dan petani hanya menerima saja berapapun harga yang ditetapkan oleh para pedagang.
3. Rata-rata biaya usahatani
Biaya usahatani merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan proses produksinya. Konsep biaya tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsep biaya mengusahakan dan biaya menghasilkan. Dalam penelitian ini konsep yang digunakan adalah konsep biaya mengusahakan. Rincian biaya yang dikeluarkan pada usahatani lahan pasir pantai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. Rata-rata Biaya Usahatani
No | Uraian | Per Usahatani (Rp) | Per Ha (Rp) |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. | Benih Bibit Tenaga kerja Pupuk Pestisida Transportasi Konsumsi Penyusutan alat Iuran air | 778.260,00 20.325,00 991.245,00 408.850,00 88.750,00 15.325,00 221.750,00 12.100,00 27.150,00 | 7.965.813,72 208.034,80 10.145.803,48 4.184.749,23 908.393,04 156.857,73 2.269.703,17 123.848,52 277.891,50 |
Jumlah | 2.563.755,00 | 26.241.095,19 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar