Selasa, 27 Desember 2011

MEMBANGKITKAN KEMBALI EKONOMI INDONESIA

Kemandirian harus dijadikan tolok ukur keberhasilan, yakni apakah rakyat atau masyarakat menjadi lebih mandiri (baca: bebas) atau malah semakin bergantung. Misalnya, apakah petani kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada basil industri (seperti pupuk), apakah industri kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada bahan baku impor, atau apakah negara kita lebih mampu memupuk modal atau malah semakin bergantung pada utang luar negeri. Jika Indonesia mandiri mengelola kekayaannya, rakyat Indonesia bisa lebih makmur minimal 5 kali lipat daripada sekarang.

Indonesia Tanah Syurga
Realita hidup dan kehidupan manusia tidak terlepas dari alam dan lingkungannya, karena hal tersebut merupakan hubungan mutualisme dalam tatanan keseimbangan alam dan kehidupannya (Balancing Ecosystem). Sumber daya alam terbagi dua, yaitu SDA yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) dan yang dapat diperbaharui (renewable). Keanekaragaman hayati termasuk didalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Potensi sumber daya alam hayati tersebut bervariasi, tergantung dari letak suatu kawasan dan kondisinya. Pengertian istilah sumber daya alam hayati cukup luas, yakni mencakup sumber daya alam hayati, tumbuhan, hewan, bentang alam (landscape). Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang berlimpah ruah sehingga dikenal sebagai negara Megabiodiversity. Keanekaragaman hayatinya terbanyak kedua diseluruh dunia. Dibalik kekayaan Indonesia yg begitu melimpah, fakta yang dihadapi umat saat ini justru lilitan utang luar negeri yang telah menenggelamkan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensional yang berkepanjangan. Rakyat semakin dalam terpuruk dalam kemiskinan dan penderitaan

Kekayaan Sumber Daya Telah Tergadai
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam praktek dilapangan sumber daya alam telah digadaikan kepada bangsa lain yang bisa kita lihat kenyataan dewasa ini.
Negara kita yang kaya akan minyak telah menjadi importir neto minyak untuk kebutuhan bangsa kita. Negara yang dikaruniai dengan hutan yang demikian luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara produsen eksportir kayu terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana reboisasi yang praktis nihil karena dikorup.
Dari Emas dan Perak di Papua, Freeport cuma memberi Indonesia royalti 1%. Freeport dapat 99%Padahal BUMN seperti ANTAM dan juga para pengusaha Indonesia bisa kok mengolahnya. Bahkan sebetulnya mayoritas pekerja di sana adalah putra Indonesia bahkan termasuk Presiden Direkturnya, Armando Mahler.
Sebuah perundingan yang menghasilkan keputusan kontroversial yang mengejutkan banyak pihak, karena Blok Cepu benar-benar diserahkan kepada ExxonMobil dengan kontrak selama 30 tahun sejak Maret 2006. Perusahaan Amerika itu mengeksploitasi Blok Cepu lewat anak perusahaannya, Mobil Cepu Ltd. Blok Cepu adalah ladang minyak yang berada di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Itu adalah ladang minyak terbesar di Tanah Air, setidaknya hingga sekarang. Kandungan minyaknya tercatat melampaui cadangan minyak di Indonesia secara keseluruhan yang diperkirakan hanya berjumlah sekitar 9,7 miliar barel. Cadangan prospektif Blok Cepu di kedalaman kurang dari 1.700 meter misalnya, mencapai 1,1 miliar barel sedangkan cadangan potensial di kedalaman di atas 2.000 meter diperkirakan berjumlah 11 miliar barel.
Produk kelapa sawit yang kita hasilkan paling besar di dunia, akan tetapi kita hanya bisa menjual dalam bentuk CPO atau minyak goreng. Oleh negara lain, barang itu bisa diolah menjadi kosmetik dan itu nilainya jauh lebih mahal. Ironisnya, kosmetik itu masuk ke pasar Indonesia dan dibeli oleh masyarakat Indonesia.
Awal Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran . Disusul dengan UU No 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari kebijaakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal yang disayanginya. Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak.

Pasar Bebas Yang Mematikan
Sebelum realisasi perjanjian perdagangan bebas dengan China, kita sudah mendapatkan hampir segala lini produk yang dipergunakan di rumah dan perkantoran saja bertuliskan made in China. Bahkan tidak sedikit produk dari negara maju yang masuk ke Indonesia pun mengikutsertakan produk China sebagai perlengkapannya. Kini serbuan produk China ke Indonesia dengan dimulainya perdagangan bebas Indonesia-China “Bagaikan Bencana Tsunami” yang menghancurkan ekonomi Indonesia.
Karena itu pemberlakuan pasar bebas ASEAN-China sudah pasti menimbulkan implikasi yang sangat negatif. Pertama, invasi produk asing terutama dari China di tengah lemahnya infrastruktur ekonomi, modal, daya saing, dan dukungan pemerintah, dapat menyebabkan hancurnya sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
Sektor industri pengolahan (manufaktur) dan industri kecil menengah (IKM) merupakan sektor ekonomi yang paling terkena dampak realisasi perjanjian perdagangan bebas ini. Padahal industri manufaktur merupakan lokomotif perekonomian sementara sector bisnis lainnya antara lain jasa, perdagangan dan perbankan sebagai pengikut yang melengkapi. Hancurnya  sektor industri manufaktur berdampak pada kemacetan seluruh sector bisnis lainnya.

Nilai Tambah
Salah satu kunci untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi adalah sejauh mana bisa memberikan nilai tambah dari setiap proses produksi yang ada. Nilai tambah hanya bisa dilakukan oleh mereka yang kreatif dan inovatif. Untuk itulah setiap negara berkonsentrasi mengembangkan sumber daya manusia agar menjadi manusia yang berkualitas. Negara harus memberi kesempatan yang sama kepada warganya untuk berkembang dan selanjutnya memperbaiki kehidupan mereka.
Semua pembangunan yang diraih akan menjadi tidak ada artinya apabila masih ada yang miskin, karena pasti akan menimbulkan gangguan sosial. Hal inilah yang sepantasnya menjadi perhatian kita bersama. Bagaimana potensi ekonomi yang luar biasa dari negeri kita tidak bisa diolah secara optimal karena kita tidak mampu memberi nilai tambah, akibat dari kegagalan itu, banyak warga yang hidupnya tertinggal. Langkah penting  yang perlu diambil segera didorongnya reindustrialisasi, karena dengan demikian kita dapat memperoleh nilai tambah. Semua komoditas yang dihasilkan bisa dibuat berlipat-lipat kali nilainya, jikalau kita mampu menhadirkan nilai tambah. Begitu banyak sumber daya alam yang kita hasilkan dan kita cukup puas dengan mengekspor dalam bentuk bahan mentah. Ketika kemudian komoditas itu diolah oleh bangsa lain, nilainya bisa beribu kali lipat dan hasilnya dinikmati oleh bangsa lain.
Kawasan Asia akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia, Indonesia yang berada di dalam pusat pertumbuhan ekonomi yang paling pesat di dunia tentunya tidak boleh ketinggalan.  Kreativitas dan inovasi menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan. Segala sesuatu bisa menjadi lebih optimal apabila kita mampu mengembangkannya dengan kreativitas dan inovasi.
Salah satu yang bisa dijadikan contoh bagi pentingnya kreativitas dan inovasi adalah penyediaan sumber energi. Dengan semakin terbatasnya energi yang terbarukan, maka setiap negara memikirkan cara untuk menemukan sumber energi pengganti yang bisa terus menerus ada dan tidak mengganggu iklim. China misalnya mulai mengembangkan pembangkit listrik bertenaga surya secara besar-besaran. Untuk itu energi tenaga surya tersebut dikembangkan di dalam kompleks perumahan, sehingga bukan hanya menjadi lebih efisien, tetapi bisa menambah nilai estetika. Semua itu hanya bisa terealisasi apabila ada kemampuan untuk melihat jauh ke depan dan memanfaatkan semua peluang yang ada. Sebab pada akhirnya kesempatan untuk maju itu sebenarnya ada di depan mata, hanya persoalannya kita mampu atau tidak melihat dan memanfaatkan kesempatan itu.
Inilah tantangan yang kita hadapi sebagai sebuah bangsa. Mampukah kita menjadi pemenang dari globalisasi ini ataukah kita hanya menjadi penonton di pusat pertumbuhan ekonomi dunia ini?

Kemandirian Bangsa
Kita Bangsa Indonesia telah merdeka secara mandiri dan berhasil membentuk negara bangsa yang berbentuk kesatuan dalam kemajemukan, akan tetapi dalam pengelolaan sumber daya alam kita merasa belum berdaulat dan mandiri.
Kita harus berani kembali menegakkan kemandirian bangsa dengan melakukan terobosan yang inovatif dan kreatif. Inovasi dan kreativitas memang selalu harus menerobos penghalang yang sudah menjadi aturan main, konvensi, dogma dan doktrin.
Kemandirian harus dijadikan tolok ukur keberhasilan, yakni apakah rakyat atau masyarakat menjadi lebih mandiri (baca: bebas) atau malah semakin bergantung. Misalnya, apakah petani kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada basil industri (seperti pupuk), apakah industri kita lebih bebas atau malah semakin bergantung pada bahan baku impor, atau apakah negara kita lebih mampu memupuk modal atau malah semakin bergantung pada utang luar negeri. Jika Indonesia mandiri mengelola kekayaannya, rakyat Indonesia bisa lebih makmur minimal 5 kali lipat daripada sekarang.
Selanjutnya dari mana kita memulai berbenah?
Selesaikah apabila kita saling tuding dengan menvonis ‘salah’?
Ataukah kita cukup berpuas diri karena secara pribadi telah dimanjakan tehnologi, menghabiskan cadangan energi, kehilangan rasa peduli dan tak pernah berbagi? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar