Manusia dan Aktifitasnya = Masalah ?
(Sumbawa Barat Post) Sadar atau pun tidak, dalam setiap aktifitasnya, manusia selalu saja menghasilkan konsekuensi logis berupa energi sisa dari segala kegiatannya. Energi ini dapat berupa fositip mau pun negative yang berdasarkan Hukum Kekekalan Energi dikatakan bahwa “Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain”. Contoh dari energi fositip yaitu Bahan bakar Fosil (BBF), misalnya Bensin yang digunakan untuk menghasilkan energi pada kendaraan bermotor sehingga kendaraan bermotor dapat bekerja sebagaimana mestinya. Sementara contoh energi negativenya yaitu sisa pembakaran berupa Karbon Monoksida (CO), Karbondioksida (CO2), Nitrogen Oksida (NOx), dan lain sebagainya akan terakumulasi ke udara sebagai peristiwa penipisan lapisan ozon dan memberikan efek Gas Rumah Kaca (GRK).
Nah, lantas apa pengaruhnya dengan kehidupan Kita? Apa dan Siapa penyebabnya?
Dewasa ini dunia sempat dihebohkan dengan fenomena yang konon katanya merupakan dampak dari Perubahan Iklim Global (Global Climate Change). Perubahan Iklim Global ini memicu percepatan isu Pemanasan Global (Global Warming). Tentu istilah-istilah ini menjadi tak asing lagi meski bagi orang awam sekali pun seperti kita, mengingat betapa gencarnya isu ini diberitakan. Asep Supyan dalam Pemanasan Global (Global Warming), Industrialisasi dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi Manusia (2008) mengatakan, Berdasarkan aspek kejadiannya, Global Climate Change kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan juga pada daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan dengan adanya berbagai kejadian seperti pergantian musim yang tidak tentu (unpredictable), terjadinya hujan badai dimana-mana, terjadinya angin puting beliung, terjadinya banjir dan kekeringan pada waktu bersamaan, terumbu karang memutih, serta mewabahnya berbagai penyakit yang diakibatkan karena faktor buruknya kesehatan lingkungan. Banyak ahli berpendapat bahwa kausa utama pemanasan global adalah karena ulah manusia, walaupun ada penyebab lain yang bersifat alami. Kontribusi ulah manusia terhadap kejadian pemanasan bumi antara lain direpresentasikan oleh kejadian pembakaran batubara sebagai pembangkit tenaga listrik, pembakaran minyak bumi untuk kendaraan bermotor, dan pembakaran gas alam untuk keperluan memasak.
Dewasa ini dunia sempat dihebohkan dengan fenomena yang konon katanya merupakan dampak dari Perubahan Iklim Global (Global Climate Change). Perubahan Iklim Global ini memicu percepatan isu Pemanasan Global (Global Warming). Tentu istilah-istilah ini menjadi tak asing lagi meski bagi orang awam sekali pun seperti kita, mengingat betapa gencarnya isu ini diberitakan. Asep Supyan dalam Pemanasan Global (Global Warming), Industrialisasi dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi Manusia (2008) mengatakan, Berdasarkan aspek kejadiannya, Global Climate Change kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan juga pada daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan dengan adanya berbagai kejadian seperti pergantian musim yang tidak tentu (unpredictable), terjadinya hujan badai dimana-mana, terjadinya angin puting beliung, terjadinya banjir dan kekeringan pada waktu bersamaan, terumbu karang memutih, serta mewabahnya berbagai penyakit yang diakibatkan karena faktor buruknya kesehatan lingkungan. Banyak ahli berpendapat bahwa kausa utama pemanasan global adalah karena ulah manusia, walaupun ada penyebab lain yang bersifat alami. Kontribusi ulah manusia terhadap kejadian pemanasan bumi antara lain direpresentasikan oleh kejadian pembakaran batubara sebagai pembangkit tenaga listrik, pembakaran minyak bumi untuk kendaraan bermotor, dan pembakaran gas alam untuk keperluan memasak.
Apa kaitan antara Global Climate Change dengan Global Warming? Bagaimana Prosesnya?
Global Warming atau yang biasa “disapa” dengan istilah Pemanasan Global yang diakibatkan oleh perubahan Iklim Global, secara sederhana dapat dikatakan, akibat dari suhu global yang “merangkak” naik maka secara otomatis akan terjadi peningkatan panas secara global pula. Jadi, pengaruh yang ditimbulkan dari peristiwa Global Warming bukan bersifat Lokal, Regional atau pun Nasional saja, lebih dari itu efek Global Warming akan berdampak secara Global di seantero muka bumi. Sehingga dengan demikian tidak dapat dikatakan pola hidup masyarakat Indonesia yang menghasilkan Karbondioksida (CO2) dengan tingginya angka pemakaian kendaraan bermotor, gas buang Industri dan lain sebagainya hanya memberikan dampak pada perubahan iklim di Indonesia aja, namun juga keseluruh dunia sebagai efek dari sisa pembakaran.
Akibat pembakaran tersebut, seluruh gas karbondioksida dan gas sisa pembakaran lainnya dilepaskan ke atmosfer, dan keberadaan gas-gas tersebut yang semakin banyak bisa menjadi insulator yang menyekat panas dari sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Diperkirakan proses menghangat dan mendinginnya bumi ini telah saling berganti dan sudah terjadi sekitar 4 milyar tahun. Peristiwa inilah yang kemudian lebih populer disebut efek rumah kaca. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan gas rumah kaca, yaitu gas yang memiliki sifat penyerap panas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitroksida (N2O), uap air, chloro-fluoro-carbon (CFC), hidro-fluoro-carbon (HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6).
Pengaruh gas-gas ini mempunyai dampak dan pengaruh terhadap banyak hal yang berkait dengan kehidupan manusia. Suhu bumi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang rata-rata peningkatannya sekitar 0,6 derajat Celcius bahkan bisa lebih tinggi 1,4 – 5,8 derajat Celcius. Peningkatan suhu bumi ini sudah tentu bisa mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di kutub utara sehingga meningkatkan permukaan air laut dan pada akhirnya menimbulkan banjir di daerah pantai, menenggelamkan pulau-pulau dan kota-kota besar di tepi laut, peningkatan curah hujan di daerah beriklim tropis, kondisi tanah yang lebih cepat mengering sehingga bisa mengakibatkan krisis penyediaan sumber makanan (pangan), migrasinya hewan dan tanaman ke daerah yang lebih dingin dan musnahnya hewan dan tumbuhan yang tidak bisa berpindah atau beradaptasi.
Secara khusus akibat pembakaran batubara dan minyak bumi yang berlebihan, maka akan keluar gas emisi SO2, partikel dan nitrogen oksida (NO). Jika gas-gas tersebut bereaksi di udara, akan membentuk polutan sekunder seperti NO2, asam nitrat (HNO3), butiran asam sulfat, garam sulfat, dan garam nitrat. Polutan yang jatuh ke bumi dapat menjadi hujan asam, embun asam, dan partikel asam. Derajat keasaman (pH) air hujan bisa mencapai 5,1 dan kondisi ini sangat membahayakan kesehatan manusia dan dapat menyebabkan berbagai kerusakan (Asep Supyan, 2008).
Jejak Karbon dan Mitigasi GRK Individu atau Kelompok?
Institute for Essential Services Reform (ISCR) mengatakan bahwa pada masa kini, kecenderungan orang untuk hidup senyaman mungkin mendorong munculnya kebiasaan hidup (lifestyle) yang berdampak pada lingkungan. Kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi terutama mobil dibandingkan dengan kendaraan umum, perjalanan dengan pesawat udara, penggunaan pendingin udara atau pemanas ruangan, penggunaan perangkat komputer pribadi dan perangkat hiburan lainnya, adalah bentuk kebiasaan hidup yang berkontribusi terhadap percepatan pemanasan global.
Faktanya hampir seluruh kegiatan kita sepanjang hari telah berkontribusi terhadap kenaikan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini terjadi karena sebagain besar aktivitas manusia membutuhkan sumber energi yang saat ini, sebagian besar masih berasal dari bahan bakar fosil seperti: minyak bumi, gas alam dan batubara; dan ekstraksi sumber daya alam lainnya.
Jumlah emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh suatu organisasi, peristiwa (event), produk atau individu itulah yang disebut sebagai Jejak Karbon, yang lazimnya dinyatakan dalam satuan ton karbon atau ton karbon dioksida ekuivalen.
Cara Sederhana Menghitung Jejak Karbon (Carbon Footprint Calculation)
Menghitung Jejak Karbon (Carbon Footprint Calculation) akan membantu individu maupun kelompok (Industri, Organisasi dan lain sebagainya) dalam mengendalikan jumlah karbon yang dihasilkan. Dengan mengetahui perkiraan jumlah karbon harian yang kita sumbangkan ke bumi dinilai akan mampu menekan dan mengendalikan peningkatan jumlah emisi karbon di udara. Sehingga dengan demikian diperlukan alat bantu yang sesederhana mungkin serta dapat diakses oleh semua kalangan dengan mudah. Salah satu cara yang dapat dipilih yaitu dengan menggunakan Karbon Karkulator.
Beberapa kalkulator karbon sudah banyak dikembangkan oleh banyak organisasi dengan basis internet. Hanya saja, kalkulator karbon yang selama ini bertebaran di dunia maya cenderung didasarkan pada pola hidup, teknologi dan kebiasaan yang ada di negara-negara maju, khususnya negara Eropa dan Amerika Utara. Faktor emisi yang dipakai juga lebih relevan dengan perkembangan teknologi yang ada di negara-negara tersebut. Oleh karenanya, banyak fitur atau aktivitas yang tidak relevan atau sesuai dengan kondisi sehari-hari di negara-negara berkembang.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Institute for Essential Services Reform sedang mengembangkan kalkulator karbon (www.iesr-indonesia.org/carboncalculator) yang sesuai dengan kondisi dan situasi pola konsumsi energi dan gaya hidup masyarakat Indonesia, dengan faktor emisi yang sesuai dengan profil pasokan energi di Indonesia
Karbon Kalkulator yang dikembangkan oleh IESR, merupakan bagian dari kampanye organisasi ini untuk membangun kesadaran individu dan kelompok untuk mengerti dan memahami konsekuensi aktivitas dan gaya hidup terhadap pengerusan daya dukung bumi, dampak lingkungan dan perubahan iklim. Peningkatan kesadaran diharapkan dapat mendorong setiap individu untuk lebih bertanggung jawab serta mampu merancang serangkaian tindakan untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitasnya. Apabila tindakan ini dilakukan secara kolektif dan berkelanjutan, aksi individu ini dapat menjadi dasar untuk terwujudnya low carbon society.
Selamat mencoba, mari bersama mengurangi “tabungan” karbon di udara demi Bumi tercinta yang hanya satu adanya. Good Luck!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar