Pendahuluan
- Pengantar
Kepulauan Indonesia dengan semua perairannya, dipandang oleh bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpisah-pisah satu pulau dengan pulau lainnya. Cara pandang bangsa Indonesia tersebut telah lama dihayati, sehingga dalam menyebut tempat hidupnya atau tumpah darahnya pun digunakan istilah “tanah air”. istilah ini mengandung arti, bahwa bangsa Indonesia tidak pernah memisahkan “tanah“ dan “air“, memiashkan “daratan” dan “lautan”. Daratan dan lautan merupakan satu kesatuan utuh, laut dianggap sebagai pemersatu, bukan sebaagi pemisah antara pulau satu dengan pulaulainnya.
Tentang geopolitik
a. Membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia .
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Budidaya rakyat suatu bangsa dalam membina dan menyelenggarakan tatahidup bangsa dan Negara yang meliputi baik tata Negara (sistem pembinaan Negara dan bangsa), maupun tatabudaya (sistem pembinaan budipekerti masyarakat) ataupun tatahukum (sistempembinaan hukum perundang-undangan), sebe
narnya merupakan cerminan dari wawasan nusantara.
Disamping Indonesia , terdapat negara kepulauan lain, yaitu Philipina , Fiji , Bahama, tetapi nusantara yang terletak antara 2 samudera hanya satu yaitu Indonesia . Maka wawasan Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara.
Dengan TAP MPR Nomor IV / MPR / 1973 tanggal 22 Maret dan dinyatakan kembali pada TAP MPR Nomor IV / MPR / 1978, tanggal 22 Maret 1978 tentang diterimanya wawasan nusantara sebagai konsepsi politik ketatanegaraan. Serta didukung pula dalam GBHN dan TAP MPR no II /MPR/1983. Dan yang pasti, pengembangan wawasan nusantara tersebut harus tetap berlandaskan pada cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945.
Kepentingan Nasional
Mengenai kepentingan nasional berarti mengenal serta memperhatikan segala apa yang menjadi syarat dan prasyarat yang diperlukan untuk mewujudkan Tujuan Nasional Indonesia secara nasional mempunyai cara pandang yang menyeluruh untuk menjamin dan menyelenggarakan kelangsungan hidup seluruh rakyat dan negaranya. Cara pandang tersebut adalah wawasan nusantara yang merupakan cerminan Pancasila. Gagasan wawasan nusantara adalah suatu gagasan yang harus dimiliki negera dan bangsa Indonesia yang mutlak sebagai pedoman dan landasan perjuangan untuk mengarah pada tercapainya tujuan Tujuan Nasional.
Secara konstitusional, Wawasan Nusantara dikukuhkan dengan ketetapan MPR No.IV/MPR/1973, tentang GBHN Bab II Sub E, pokok-pokok Wawasan Nusantara dinyatakan sebagai Wawasan Nusantara yang mencakup :
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik, dalam arti :
* Bahwa kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah. Ruang hidup dan kesatuan mitar seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangas.
* Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
* Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesai harus merasa satu, senasib sepenangguangan, sebangsa setanah air, serta mempunyai satu tekad didalam mencapai cita-cita bangsa.
* Bahwa Pancasila adalah satu-satun Falsafah serta idiologi bangsa dan negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
* Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan Sosbud, dalam arti :
* Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangas harus merupakan kehidupan yang serari dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
* Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah atu, sedangkan corak budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bansa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia .
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatauan Ekonomi, dalam arti :
* Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik berasma bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
* Tingkat perkembagan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan, dalam arti :
* Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
* Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan negara
B. Pengertian Wawasan Nusantara
Kata wawasan mengandung arti pandangan, tinjauan penglihatan, atau tanggap inderawi. Selain menunjukkan kegiatan untuk mengetahui isi serta pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan bangsa, juga melukiskan cara pandang, cara tinjau, cara lihat atau cara tanggap inderawi. Sedangkan istilah nusantara digunakan untuk mewakili/ menggambarkan wilauyah perairandan gugusan pulau yang ada di Indonesia. Sehingga Wawasan Nusantara dapat diartikan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya didasarkan ide nasionalnya, yang dilandasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan aspirasi yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta menjiwai tatahidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
Latar Belakang
Dari sekian banyak latar belakang wawasan nusantara, kita batasi dengan latarbelakang historis dan yuridis formal. Karena kedua hal tersebut merupakan hal yang paling kuat pengaruhnya berkenaan dengan pergaulan kita sebagai bangsa dengan bangsa lain di dunia ini.
a. wawasan nusantara sebagai wawasan wilayah
Sebagai negara kepulauan dengan jarak antar pulaunya yang luas, memberikan posisi yang kurang menguntungkan bagi negara Indonesia . Dengan batas wilayah laut dengan jarak 3 mil laut dari bibir pantai membuat wilayah Indonesia dipisahkan oleh perairan internasional yang terntu saja bebas dilayari oleh kapal-kapal asing, kekuatan militer sekalipun tidak terbendung untuk melewatinya. Mengingat ketidaknyamanan tersebut, maka dibuatlah suatu konsepsi negara kepulauan yang dikemukakan pada “Deklarasi Djuanda” pada 13 Desember 1957 yang menyatakan:.
1) Perairan Indonesia ialah lautan wilayah beserta pedalaman (perairan Nusantara)
2) Laut wilayah Indonesia ialah jalur melebar 12 mil laut dari pulau-pulau yang terluar yang dihubungkan garis lurus antara satu dengan lainnya.
3) Apabila ada selat yang lebarnya kuang dari 24 mil laut dan RI tidak merupakan satu-satunya negara tepi (ada negara tetangga), maka garis batas laut wilayah ditarik pada tengah selat.
4) Perairan pedalaman (Perairan Nusantara) adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis dasar.
5) Hak lintas laut damai kapal perang asing diakaui dan dijamin sepanjang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan negara/bangsa.
Seiring dengan berjalannya waktu melalui UNCLOS diterimalah konsep Nusantara pada 1982 yang ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia. Sehingga pada tanggal 21 Maret diumumkan ZEE Indonesia yang lebarnya 200 mil laut dari garis pangkal laut Indonesia . ZEE memberikan kuasa bagi Indonesia untuk :
1. Memiliki hak berdaulat dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan pelestarian sumber daya hayati dan non hayati yang terkandung di dalamnya.
2. Memiliki hak yuridiksi yang berhubungan dengan:
a. pembuatan dan penggunaan pulau buatan, instalasi dan bangunan lainnya.
b. penelitian ilmiah mengenai laut
c. pelestarian lingkungan laut
d. hak lain berdasar hukum internasional
ZEE dikukuhkan dengan UU No 5 tahun 1983
b. Wawasan nusantara sebagai wawasan kekuatan
Muncul akibat pemberontakan G 30 S/ PKI yang diakibatkan persaingan antar angkatan bersenjata yang masing-masing angkatan memiliki wawasan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Kemudian dibuat doktrin “ Dharma Eka Karma” yang menyatakan wawasan nusantara sebagai Wawasan Hankamnas.
Aplikasi Wawasan Nusantara
Dan Peranan Marine Cadastre Dalam Mengatasi Masalah Ambalat dan Wilayah Rawan Sengketa
Sengketa perairan dengan negeri jiran Malaysia kembali terjadi. Setelah pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke Malaysia , kini Malaysia mengklaim blok Ambalat sebagai milik mereka. Ambalat adalah sebuah blok yang kaya akan sumber daya minyak. Ambalat diklaim oleh pihak Malaysia setelah pengadilan Internasional memberikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia . Yang unik adalah pengadilan Internasional membuat keputusan tersebut karena pihak Malaysia terlihat ’serius’ untuk memiliki Sipadan dan Ligitan. Sedangkan Indonesia sendiri sudah ’serius’ mengelola blok Ambalat sejak tahun 80-an tanpa ada protes dari pihak Malaysia .
Wilayah NKRI sebagaimana telah ditetapkan kembali pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 tahun 2002 bahwa batas-batas wilayah Republik Indonesia untuk daerah laut Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan Malaysia setelah perundingan Sipadan dan Ligitan adalah :
1. 04° 10'00"LU - 118°53'50"BT Titik dasar P. Ligitan TD 36C
2. 04° 08'03"LU - 118°53'01"BT Titik dasar P. Ligitan TD 36B
3. 04° 06'12"LU - 118°38'02"BT Titik dasar P. Ligitan TD 36A
Posisi Ambalat
Hal ini menunjukkan bahwa garis lintang 04° 10'00"LU merupakan garis batas NKRI dengan Malaysia . Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penawaran wilayah kerja Blok East Ambalat masih berada di wilayah NKRI berdasarkan garis batas negara baik lama maupun setelah diundangkannya PP No 38 tahun 2002.
Jika Malaysia berargumentasi, "tiap pulau berhak mempunyai laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinennya sendiri", maka Pasal 121 UNCLOS 1982 dapat membenarkannya. Namun, rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai specific rule yang membuktikan keberadaan pulau-pulau yang relatively small, socially and economically insignificant tidak akan dianggap sebagai special circumstances dalam penentuan garis batas landas kontinen. Beberapa yurisprudensi hukum internasional telah membuktikan dipakainya doktrin itu.
Dengan demikian, yang perlu ditentukan kini adalah garis pangkal masing-masing negara. Jika situasi di Ambalat memanas dengan telah berhadap-hadapannya kapal perang dan pesawat tempur kedua negara, Malaysia mengatakan semua bisa dirundingkan, maka itu hanya akan mencapai deadlock jika Malaysia bersikukuh untuk dipakainya peta wilayahnya tahun 1979. Peta itu hanya tindakan unilateral yang tidak mengikat Indonesia . Indonesia telah menolak langsung peta itu sejak diterbitkan, karena penarikan baselines yang tidak jelas landasan hukumnya.
Ambalat jelas di bagian selatan Laut Sulawesi dan masuk wilayah Indonesia . Jika kedua negara tetap dalam posisi berlawanan, maka untuk mencegah konflik bersenjata, jalan keluar yang harus ditempuh adalah duduk dalam perundingan garis batas landas kontinen kedua negara, yang sekaligus berarti menyelesaikan kasus Ambalat dengan menerapkan prinsip equitable solution, seperti digariskan UNCLOS 1982.
Sebagai rakyat Indonesia kita juga harus menanggapi masalah ini secara arif dan kepala dingin. Jika jalan menuju kesepakatan masih ada, konvrontasi tak perlu dilakukan. Kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan kini masalah kawasan Ambalat, mestinya menyadarkan Indonesia memperhatikan pulau-pulaunya. Pulau dapat hilang bila si pemilik tidak menjaganya. Kolonel Laut Drs. Dede Yuliadi.dkk , mengatakan dalam bukunya “Posisi Strategis Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, ada empat kriteria pulau dinyatakan hilang. Dan parahnya, Indonesia memiliki resiko kehilangan pulau dari empat kriteria tersebut.
Kriteria pertama adalah hilang secara fisik, biasanya terjadi akibat proses geologis atau ulah manusia yang dapat menenggelamkan sebuah pulau. Contohnya adalah Pulau Nipa yang hampir tenggelam akibat penambangan pasir berlebihan di perairan Riau. Kriteria kedua adalah hilang secara kepemilikan. Status kepemilikannya berubah karena pemaksaan kekuatan militer maupun melalui proses hukum. Kekuatan militer telah memberi kepemilikan Pulau Falkland kepada Inggris ketika Argentina mengakuinya. Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari kepemilikan Indonesia ke Malaysia melalui jalur hukum. Kini kawasan Ambalat menjadi sengketa antar Malaysia dan Indonesia . Ketiga, hilang secara pengawasan. Dengan jumlah yang mencapai lebih dari 18.000 pulau, sebuah pulau dapat luput dari pengawasan pemerintah, terlebih bila posisinya dekat ke negara lain. Tanpa pengawasan, pulau-pulau tersebut dimanfaatkan masyarakat atau pemerintah negara yang berbatasan untuk berbagai kegiatan, misalnya pariwisata, perikanan, perkebunan bahkan pembangunan secara fisik. Pulau Batek di perbatasan RI dan Timor Leste merupakan contoh pulau yang memiliki kerawanan tersebut. Bila tidak diawasi atau dicegah, kedatangan aparat Timor Leste ke pulau tersebut semakin meningkat dan menjadi “alasan pembenar” status kepemilikannya. Keempat, hilang secara sosial dan ekonomi. Hal ini biasanya oleh praktek ekonomi masyarakat di pulau tersebut, diikuti interaksi sosial (perkawinan) dari generasi ke generasi, hingga terjadi perubahan struktur ekonomi maupun struktur populasi penduduk. Sebagai contoh, pendatang Philipina perlahan merubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat Pulau Marore dan Pulau Miangas di Kepulauan Sangihe-Talaud. Secara kebangsaan mereka menjadi warga negara Indonesia , namun sosial ekonominya “tidak berbeda” dengan warga negara Philipina. Pada suatu saat, bila disuruh memilih, besar kemungkinan mereka akan memilih bergabung dengan Philipina daripada menjadi bagian NKRI. Hal ini disebabkan oleh rasio penduduk asli lebih kecil daripada pendatang, ditambah kedekatan psikologis (ikatan keluarga turun temurun) dan ekonomis (kegiatan ekonomi didominasi barang dan mata uang Philipina). Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di pulau-pulau terluar, namun terjadi pula di perbatasan darat seperti di Kalimantan .
Disinilah letak peranan Marine Cadastre. Marine Cadastre adalah pengadministrasian wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan, termasuk semua kepentingan, hak, batasan, dan kewajiban yang ada di wilayah itu. Pengadministrasian wilayah di sini tentu saja diawali dengan penamaan, pengukuran, dan pemetaan wilayah termasuk penetapan batas-batasnya serta mencatat dan membukukannya dalam daftar-daftar dan buku-buku resmi kemudian memublikasikan hasil-hasilnya. Meskipun marine cadastre bukan peranti penetapan batas atau yurisdiksi internasional suatu negara, namun melalui publikasi marine cadastre setiap klaim atau persengketaan batas dapat segera diketahui. Bahkan telah diatur tentang kewajiban masing-masing negara pulau dan kepulauan adalah menyerahkan peta-peta batas wilayah teritorial, ZEE, dan landas kontinen kepada Sekretaris Jenderal PBB dengan koordinat-koordinatnya. Apabila kita telah melaksanakan marine cadastre, tentu banyak konflik dan sengketa, khususnya sengketa batas, dapat dihindari seperti kasus ambalat dan pulau-pulau lainnya yang rawan persengketaan.
KESIMPULAN
Ambalat cukup memberi pelajaran bagi pemerintah Indonesia dalam mempertahankan wilayah negara kesatuannya. Secara umum keprihatinan yang berkembang bermuara kepada himbauan dan ajakan agar pemerintah mewujudkan kedaulatannya secara nyata terhadap pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara-negara tetangga. Salah satu bentuk perwujudan kedaulatan ini adalah dengan mengedepankan pendekatan kemakmuran (prosperity approach) dan diwujudkan melalui peningkatan pembangunan sosial dan ekonomi yang berkesinambungan di daerah-daerah perbatasan. Kondisi demikian potensial memunculkan kerawanan sosial jika jendela di seberang batas menyuguhkan pantulan gambar situasi dan kondisi sosial yang lebih baik. Hal penting lain yang mendesak adalah melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia termasuk melakukan pemberian nama (tiponim).
Keributan yang terjadi dalam kasus Blok Ambalat, merupakan cerminan dari tidak tertatanya marine cadastre seperti yang telah dijelaskan di atas. Terlepas bahwa itu masalah sensitif yang jelas bagi saya pribadi mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia adalah kewajiban kita semua. Perang adalah solusi terakhir, selama jalur diplomatik dan jalan damai masih bisa ditempuh, tentu kita semua setuju penyelesaian dengan cara yang damai, arif dan bijaksana. Namun yang pasti sesuai prinsip wawasan nusantara, Indonesia telah melihat diri dan juga lingkungannya dengan menghormati dan menjalankan ketentuan Internasional dan telah berusaha memposisikan diri pada tempat yang benar. (Mukhamad Fauzan, Fakultas Filsafat UGM 2005 )
DAFTAR PUSTAKA
Endang Zaelani sukaya, Achmad Zubaidi, Sartini, Parmono, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta
Suharto, H, Drs., MM, 2004 : Kumpulan Materi pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta
http://www.kompas.co.id/utama/news/0503/07/073542.htm , Presiden Kunjungi Lokasi Sengketa RI-Malaysia .
www.tnial.com/forum/diskusiuntuk_kemajuan_tni_al , Apa dasar Malaysia minta Ambalat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar