Sabtu, 07 April 2012

Oceanografi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata oseanografi adalah kombinasi dari dua kata yunani : oceanus (samudera) dan graphos (uraian/deskripsi) sehingga oseanografi mempunyai arti deskripsi tentang samudera. Tetapi lingkup oseanografi pa da kenyataannya lebih dari sekedar deskripsi tentang samudera, karena samudera sendiri akan melibatkan berbagai disiplin ilmu jika ingin diungkapkan.
Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan seg ala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti diketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer.
Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudera, ombak, dan dinamika fluida geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut; dan aliran berbagai zat kimia dan sifat fisik didalam samudera dan pada batas-batasnya. Topik beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang digabungkan oleh ahli oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai samudera d an memahami proses di dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi, dan fisika.
Beberapa sumber lain berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar ya ng membedakan antara oseanografi dan oseanologi. Oseanologi terdiri da ri dua kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos (laut) dan logos (ilmu) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang laut. Dalam arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah studi ilmiah mengenai laut dengan cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional seperti fisika, kimia, matematika, dan lain-lain ke dalam segala aspek mengenai laut .
Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi da pat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut.
Studi menyeluruh (komprehensif) mengenai laut dimulai pertama kali dengan dilakukannya ekspedisi Challenger (1872-1876) yang dipimpin oleh naturalis bernama C.W. Thomson (yang berkebangsaan Skotlandia) dan John Murray (yang berkebangsaan Kanada). Istilah Oseanografi sendiri digunakan oleh mereka di dalam laporan yang diedit oleh Murray. Selanjutnya Murray menjadi pemimpin dalam studi berikutnya mengenai sedimen laut. Keberhasilan dari ekspedisi Challenger dan pentingnya ilmu pengetahuan tentang laut dalam perkapalan/perhubungan laut, perikanan, kabel laut dan studi mengenai iklim akhirnya membawa banyak negara untuk melakukan ekspedisi-ekspedisi berikutnya. Organisasi oseanografi internasional yang pertama kali didirikan adalah The International Council for the Exploration of the Sea (1901).
Oseanografi fisis meliputi dua kegiatan utama (1) studi observasi langsung pada samudera dan penyiapan peta sinoptik elemen – elemen yang membangun karakter samudera, serta (2) study teoritis proses fisis yang diharapkan dapat member arah dalam observasi samudera (William, 1962). Keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa informasi dari sisi kimiawi, biologi, dan geologi sebagai bagian dari deskripsi samudera dan sebagai validitas kondisi fisisnya.
2.1. Tujuan Praktikum
Tujuan dari laporan praktikum ini adalah sebagai tugas akhir mata kuliah oseanografi   fisika dan sebagai bahan referensi ilmiah untuk kajian studi oseanografi fisika khususnya pada kajian tentang pasang surut, gelombang, dan arus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai Pelabuhan Kejawanan Cirebon
PPN Kejawanan terletak di Kelurahan Lemah Wungkuk Kota Cirebon, tepatnya pada posisi 060-44’-14” LS/1080-34’-53” BT, dilengkapi dengan berbagai sarana seperti sarana pokok, sarana fungsional dan sarana tambahan/penunjang, PPN Kejawanan yang berada di bagian Timur Jawa Barat, secara geografis sangat strategis karena merupakan pintu gerbang Jawa Barat bagian Timur dan dengan mudah menghubungkan daerah pemasaran potensial yaitu Bandung dan Jakarta sekaligus sebagai pintu gerbang keluar masuknya arus komiditi barang ekspor impor yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan industri serta wisatawan domestik maupun asing ke Jawa Barat khususnya Cirebon. Oleh karena itu,  Pelabuhan Cirebon diklasifikasikan sebagai pelabuhan Indonesia II, merupakan pelabuhan paling besar yang terletak di Jawa Barat. Pantai pelabuhan Kejawanan memiliki topografi pantai yang landai dan merupakan pantai dengan perairan tenang dan gelombang yang tidak terlalu besar. Arah angin dominan sepanjang tahun yang mempengaruhi pembentukan gelombang laut yang menuju ke arah pantai Teluk Cirebon. Ketinggian gelombang di laut Jawa umumnya disebabkan oleh angin biasanya mencapai lebih dari 2 meter dan merupakan gelombang laut dalam
2.2. Pasang Surut Muka Air Laut
Gelombang–gelombang laut yang paling panjang adalah yang berhubungan dengan pasang surut, dan dikarakterisasi oleh naik dan turunnya permukaan laut yang berirama setelah periode beberapa jam. Pasang naik biasanya disebut sebagai aliran/flow (atau flood), sedangkan sedangkan pasang turun dinamakan (ebb). Istilah surut dan aliran pada pasang surut juga biasa digunakan untuk mengartikan arus – arus pasang itu sendiri (dan, tentu saja, pasang ‘flood’ lebih sering digunakan daripada ‘aliran/flow’). Dari awal mulanya telah diketahui bahwa ada hubungan antara pasang surut dengan matahari dan bulan. Pasang surut dalam keadaan tertinggi pada saat bulan purnama atau baru, dan waktu – waktu pasang surut yang tinggi pada lokasi tertentu dapat diperkirakan (tapi tidak tepat sekali) dihubungkan dengan posisi bulan di langit. Karena pergerakan relatif bumi, matahari, bulan cukup rumit, maka mengakibatkan pengaruh mereka akan peristiwa pasang surut menghasilkan pola – pola kompleks yang sama. Meskipun begitu, jarak gaya – gaya yang ditimbulkan oleh pasang surut dapat dirumuskan dengan tepat, walaupun respon lautan atas gaya – gaya ini dimodifikasi oleh efek – efek permanen topografi dan efek sementara dari pola – pola cuaca (Dr. Agus Supangat, Pengantar Oseanografi. ITB).
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan .
Gerakan dari benda angkasa tersebut di atas akan mengakibatkan terjadinya beberapa macam gaya pada setiap titik di bumi ini,yang disebut gaya pembangkit pasang surut. Masing masing gaya akan memberikan pengaruh pada pasang surut dan disebut komponen pasang surut, dan gaya tersebut berasal dari pengaruh matahari, bulan atau kombinasi keduanya.
Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidalrange). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.
Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan 1/4 dan 3/4.
Gambar. Spring Tide dan Neap Tide
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula-mula dianggap bahwa bumi benar-benar bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh lapisan air laut yang sama tebalnya sehingga didalam hal ini dapat diterapkan teori keseimbangan. Pada setiap titik dimuka bumi akan terjadi pasang surut yang merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut yang tertentu sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya bumi tidak semuanya ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga kedalaman laut berbeda beda. Sebagai konsekwensi dari teori keseimbangan maka pasang surut akan terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kecepatan amplitudo dan kecepatan sudut tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan pada teori keseimbangan.
Kisaran pasang-surut (tidal range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m.
Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran condong harian ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide) dan tipe campuran condong harian tunggal (Mixed Tide predominantly Diurnal Tide).
Gambar Tipe-Tipe Pasut
Penyebab variasi pasang surut, antara lain:
1.      Kedalaman Laut
Agar tonjolan air laut dapat mengikuti gerakan bulan, haruslah dapat bergerak mengellingi bumi dalam 25 jam, namun kecepatan maksimum gelombang untuk bergerak dibatasi oleh kedalaman laut. Dibutuhkan kedalaman samudera rata-rata 22 km agar ketinggian pasut dapat orbit 25 jam, nyatanya kedalaman laut rata-rata hanya 4 km.
2.         Massa Daratan dan Topografi Dasar Laut
Adanya daratan menghalangi tonjolan untuk bergerak mengitari bumi. Bukit dan palung di laut menghalangi berkembangnya pasut.
3.         Gesekan
Teori pasut mengabaikan gesekan antara dasar laut dengan air maupun gesekan dalam air itu sendiri. Viskositas memperlambat reaksi air terhadap gaya penyebab pasut.
4.         Pengaruh Gaya Coriolis
Akibat putaran bumi pada porosnya, membelokkan gaya yang bekerja.
5.         Resonansi
Tiap bagian air mempunyai periode osilasi alami tergantung ukuran dan kedalaman. Jika gelombang terjadi dalam bagian air yang mempunyai frekuensi sama, maka gelombang tersebut cenderung diperbesar.
Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-komponen pasang surut yang baru.
Gambar 1. Pola gerak muka air pasut di Indonesia (Triatmodjo, 1996).
Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai, superposisi antar komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya akan mengakibatkan terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru.
2.2.1 Energi Pasang Surut Air Laut
Indonesia dengan luas perairan hampir 60% dari total luas wilayah sebesar 1.929.317 km2, Indonesia seharusnya bisa menerapkan teknologi alternatif ini. Apalagi dengan bentangan Timur ke Barat sepanjang 5.150 km dan bentangan Utara ke Selatan 1.930 km telah mendudukkan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Pada musim hujan, angin umumnya bergerak dari Utara Barat Laut dengan kandungan uap air dari Laut Cina Selatan dan Teluk Benggala. Di musim Barat, gelombang air laut naik dari biasanya di sekitar Pulau Jawa. Fenomena alamiah ini mempermudah pembuatan teknik pasang surut tersebut.
Penerapannya di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Tapi perlu ada master plan yang jelas untuk mewujudkannya. Karena ini dapat menjadi sumber energi alternatif potensial. Apalagi proses pembuatannya tidak merusak alam, melainkan ramah lingkungan. Tetapi sebelumnya, harus dilakukan sebuah riset yang berguna untuk mengukur kedalaman sepanjang garis pantai Indonesia. Sehingga dapat ditentukan di daerah mana saja yang layak. Bangsa Indonesia seharusnya menyadari bahwa alam menyediakan semua yang dibutuhkan. Hanya perlu kerja keras dan kebijakan yang memperhatikan sumber daya alam yang terbatas. Sehingga Indonesia tidak perlu risau akan cadangan energy.
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluiruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut. Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam.
2.2.2. Daftar Istilah pada pasang surut :
  • Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.
  • Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu periode waktu.
  • Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.
  • Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.
  • Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi terttinggi.
  • Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk pasut harian (diurnal).
  • Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada pasut diurnal.
  • Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.
  • Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasut itu tertinggi.
  • Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.
  • Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasut paling kecil.
  • Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air berturut-turut selama periode pasut perbani.
  • Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini tidak akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang dapat terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi dan lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari peramalan satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa tahun.
  • Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW dan MLW.
  • Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.
  • Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.
2.3. Arus
Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang. Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang bergerak melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents).
Pola umum sirkulasi arus global (Nearshore current)
2.1.1 Arus Samudera
  • Arus Permukaan Laut di Samudera (Surface Circulation)
Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan Bumi melintasi zona-zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin.
Pola umum arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal. Interaksi berbagai variabel itu menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit.
Arus di samudera bergerak secara konstan. Arus tersebut bergerak melintasi samudera yang luas dan membentuk aliran yang berputar searah gerak jarum jam di Belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere), dan berlawanan arah gerak jarum jam di Belahan Bumi Selatan (Southern Hemisphere). Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air laut mempengaruhi massa udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim di seluruh dunia.
  • Arus di Kedalaman Samudera (Deep-water Circulation)
Faktor utama yang mengendalikan gerakan massa air laut di kedalaman samudera adalah densitas air laut. Perbedaan densitas diantara dua massa air laut yang berdampingan menyebabkan gerakan vertikal air laut dan menciptakan gerakan massa air laut-dalam (deep-water masses) yang bergerak melintasi samudera secara perlahan. Gerakan massa air laut-dalam tersebut kadang mempengaruhi sirkulasi permukaan.
Perbedaan densitas massa air laut terutama disebabkan oleh perbedaan temperatur dan salinitas air laut. Oleh karena itu gerakan massa air laut-dalam tersebut disebut juga sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation). Model sirkulasi termohalin secara global dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Model sirkulasi termohalin secara global
2.1.1 Arus Perairan Pesisir
  • Arus Pasang Surut (Tidal Current)
Arus pasang surut terjadi terutama karena gerakan pasang surut air laut. Arus ini terlihat jelas di perairan estuari atau muara sungai. Bila air laut bergerak menuju pasang, maka terlihat gerakan arus laut yang masuk ke dalam estuari atau alur sungai; sebaliknya ketika air laut bergerak menuju surut, maka terlihat gerakan arus laut mengalir ke luar.
  • Arus Sepanjang Pantai (longshore current) dan Arus Rip (rip current)
Kedua macam arus ini terjadi di perairan pesisir dekat pantai, dan terjadi karena gelombang mendekat dan memukul ke pantai dengan arah yang muring atau tegak lurus garis pantai. Arus sepanjang pantai bergerak menyusuri pantai, sedang arus rip bergerak menjauhi pantai dengan arah tegak lurus atau miring terhadap garis pantai.
Arus sepanjang pantai dan arus rip
2.4. Gelombang Laut
Gelombang laut telah menjadi perhatian utama dalam catatan sejarah. Aristoteles (384 – 322 SM) mengamati hubungan antara angin dan gelombang. Namun, sampai sekarang, pengetahuan tentang mekanisme pembentukan gelombang dan bagaimana gelombang berjalan di lautan masih belum sempurna. Ini sebagian karena pengamatan karakteristik gelombang di laut sulit dilakukan dan sebagian karena model matematika tentang perilaku gelombang didasarkan pada dinamika fluida ideal, dan perairan laut tidak sepenuhnya ideal.
Gelombang/ombak yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut dapat disebabkan oleh: angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal.
Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam bidang teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang akan membangkitkan arus dan mempengaruhi pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai (longshore). Pada perencanaan teknis bidang teknik pantai, gelombang merupakan faktor utama yang diperhitungkan karena akan menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang.
Pergerakan partikel zat cair pada gelombang
Dari gambar diatas sebenarnya pelampung bergerak dalam suatu lingkaran (orbital) ketika gelombang bergerak naik dan turun. Partikel air berada dalam satu tempat, bergerak di suatu lingkaran, naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari sisi satu kembali ke sisi semula. Gerakan ini memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung di air pindah ke pola yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang dibawa oleh pergerakan air.
Di bawah permukaan, gerakan berputar gelombang itu semakin mengecil. Ada gerak orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga kemudian di dasar hanya akan meninggalkan suatu gerakan kecil mendatar dari sisi ke sisi yang disebut “surge” .
2.4.1. Pengaruh Gelombang
Pada kondisi sesungguhnya di alam, pergerakan orbital di perairan dangkal (shallow water) dekat dengan kawasan pantai dan energi gelombang mampu mempengaruhi kondisi pantai.
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.
Perubahan bentuk gelombang yang menjalar mendekati pantai
Ada dua tipe gelombang, bila dipandang dari sisi sifat-sifatnya, yaitu:
  • Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave).
  • Gelombang perusak pantai (Destructive wave).
Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.
Gelombang pembentuk pantai
Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.
Gelombang perusak pantai
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Metode Penghitungan Pasang Surut
Adanya gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi, perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air laut, salah satu akibatnya adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang mengalami pasang surut mempunyai ciri tertentu yaitu besar pengaruh dari tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut. Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan. tersebut tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu sudah diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www. digilib.itb.ac.id).
  • Metode Tide Pole (Palem Pasut)
Metode yang digunakan untuk mengukur pasang surut yaitu dengan Tide Pole yang merupakan alat pengukur pasut yang paling sederhana yang berupa papan dengan tebal 1 – 2 inci dan lebar 4 – 5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasut. Dimana pemasangan tide pole ini haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut dapat kita ketahui dengan melihat menggunakan teropong atau melakukan pengamatan secara langsung mendekati pelem pasuttersebut, kita dapat mengetahui pola pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Lokasi pemasangan palem pasut harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat kedudukan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasut yang dipakai sangat tergantung sekali pada kondisi pasut air laut di tempat tersebut. Pada prinsipnya bentuk rambu pasut hampir sama dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar (leveling). Perbedaannya hanya dalam mutu rambu yang dipakai. Mengingat bagian bawah palem pasut harus dipasang terendam air laut, maka palem dituntut pula harus terbuat dari bahan yang tahan air laut. Biasanya titik nol skala rambu diletakkan sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap saat tinggi permukaan air laut terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui berdasarkan pembacaan pada rambu. Palem pasut hampir selalu digunakan pada pelabuhan-pelabuhan laut. Dengan demikian hal ini sangat membantu bagi keamanan kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan.
Alat yang diperlukan :
  1. Alat pertukangan (palu, kayu)
  2. Bambu seperlunya
  3. Kerung Beras Plastik
  4. Palem pasut yaitu papan kayu dengan panjang 4 meter, lebar 15 cm dan tebal 3 cm yang berskala tiap 20 cm
  1. Papan kayu 15 cm dan panjang 3 meter
  2. Tali nylon
Pencatatan data Pasut
  1. Pengamatan tinggi air dilaksanakan setiap 30 menit sekali dengan menggunakan palm.
  2. Pencatatan data pasut dilakukan dengan membaca ketinggian permukaan air yang ditunjukkan oleh skala palem.
  3. Dilakukan pada malam hari, hendaknya diterangi dengan menggunakan senter.
3.2.Metode Pengukuran Arus

  • Float Tracking (Metode Lagrangian)
Untuk mengukur arus laut menggunakan Float Tracking dengan prinsip kerja  berdasarkan pada gerak naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui melalui  pelampung.  Alat ini harus dipasang pada tempat yang tidak begitu besar dipengaruhi oleh gerakan air laut sehingga pelampung dapat bergerak secara vertikal dengan bebas. Setelah itu, diamati pergerakan pelampung selama 5 menit.  Kemudian catat koordinat daerah kemana pelampung bergerak dengan GPS (Global Position System).
Alat yang diperlukan :
a.       Float Tracking : untuk mengukur arus
a.       GPS (Global Position System) : untuk mengetahui titik koordinat
a.       Kompas : untuk mengetahui arah pergerakan arus
b.      Topdal (dari pelampung bola)
c.       Stopwatch : untuk menghitung gelombang laut
Dengan cara kerja sebagai berikut:
a.       Persiapkan alat Float Tracking
b.      Lepaskan alat Float Tracking ke laut dengan jarak 15 meter dari pinggir pantai.
c.       Catat posisi waktu pelepasan dengan GPS. Biarkan Float Tracking hanyut mengikuti arus. Setelah rentang waktu 5 menit catat kembali posisi float tracking dengan GPS.
d.      Catat semua kondisi local seperti cuaca (hujan, cerah) dan kondisi banjir, normal atau musim kemarau, laut dalam kondisi pasang atau surut.
e.       Bilamana terjadi floating tracking berhenti karena pembeban mengenai dasar laut. Maka float tracking dapat dipindahkan kembali ke posisi pencatatan terakhir. Kemudian float tracking dilepas kembali.
f.       Demikian seterusnya hingga float tracking berhenti.
1.2. Metode Pengukuran Gelombang
Pengukuran gelombang dilakukan dengan menggunakan Wave Pole, yaitu papan kayu dengan panjang 4 meter, lebar 15 cm dan tebal 3 cm yang berskala tiap 20 cm. Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan mengamati puncak dan lembah, perhitungan periode gelombang dilakukan dengan menghitung waktu gerakan gelombang melewati titik tertentu.
Peralatan lain yang digunakan :
  1. Alat pertukangan (palu, kayu)
  2. Bambu seperlunya
  3. Kerung Beras Plastik
  4. Kompas dan Stopwatch

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1. Pengukuran Pasang Surut
Dalam praktikum kali ini kita melakukan pengukuran pasang surut dengan metode Tide Pole (Palem Pasut), yaitu pengukuran dengan menggunakan rambu pasut sudah tertera angka-angka yang dapat menunjukkan ketinggian pasang surut terendah dan tertinggi. Praktikum ini dilakukan pada tanggal 31 – 1 Mei 2010 mulai pukul 14:00 s/d 12:00 WIB dengan kondisi cuaca yang relatif cerah, ombak sedang, angin berhembus sedikit kencang, semakin lama angin dan ombak semakin tinggi, dan air laut keruh. Hasil pengukuran berupa ketinggian air setiap 30 menit sekali. Berikut ini adalah data pasut yang diperoleh dari pengamatan yang kami lakukan.
Tabel Pengamatan Pasut
Waktu Pengamatan (WIB)Ketinggian air (m)
14:000,69
14:300,85
15:000,75
15:300,9
16:000,8
16:300,7
17:000,8
17:300,6
18:000,7
18:300,6
21:000,28
21:300,28
22:000,3
Waktu Pengamatan (WIB)Ketinggian air (m)
22:300,34
23:000,38
23:300,34
24:000,44
00:300,44
01:000,36
01:300,43
02:000,38
02:300,4
03:000,44
03:300,46
04:000,5
06:000,38
06:300,3
07:000,3
07:300,38
08:000,38
08:300,36
09:000,36
09:300,38
10:000,4
10:300,42
11:000,41
11:300,58
12.000,61
4.2. Pengukuran Arus

Dalam praktikum kali ini kita melakukan pengukuran arus dengan metode lagrangian (Float Tracking), yaitu pengukuran arus menggunakan alat Float tracking yang sederhana menggunakan topdal (dari pelampung bola) dan GPS ( Global Position System ), stopwatch, dan kompas. Prinsip kerjanya  berdasarkan pada gerak naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui melalui  pelampung.   Pengukuran dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010, tepatnya pada pukul 15.00 WIB dengan kondisi cuaca yang relatif cerah, ombak sedang, angin berhembus sedikit kencang, semakin lama angin dan ombak semakin tinggi, dan air laut keruh. Hasil pengukuran berupa data koordinat dengan pergerakan alat float tracking. Berikut ini beberapa koordinat yang didapat di beberapa titik tracking yaitu :
Titik A = S: 06º44’02.1”
E: 108º35’11.2”
Titik B = S: 06º44’02.8”
E: 108º35’11.0”
Titik C = S: 06º44’03.1”
E: 108º35’10.9”
4.2. Pengukuran Gelombang
  • Data Gelombang
Puncak GelombangLembah GelombangPeriode      2 mPeriode      3 mPeriode      4 mPeriode      5 m
10.56.51.401.632.832.72
971.421.902.292.39
9.26.81.512.122.612.59
9.27.21.671.912.152.82
8.86.81.342.002.002.28
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pengukuran Pasang Surut
Pengamatan pasut secara langsung dilakukan pada tanggal 31 – 1 Mei 2010 sekitar pukul 15.00 – 12.00 WIB di Pantai Pelabuhan, Kejawanan, Cirebon selama 1 hari atau ± 24 jam, secara berkelompok dengan menggunakan peralatan antara lain : palm pasut dan teropong. Palm pasut diamati per 30 menit kemudian dicatat ketinggian air tertinggi dan air terendah. Dalam pengamatan mungkin terdapat kesalahan pengukuran ketinggian air karena faktor ketepatan dalam menentukan tinggi air. Setelah data yang didapatkan kemudian dimasukkan dalam table pengamatan pasut. Lalu, setelah data dimasukkan dalam tabel kemudian diplotkan dalam grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa dari ketinggian air jenis perairan tersebut memiliki tipe pasang surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide).  Karena di perairan Cirebon cenderung terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Disini terlihat bahwa gerakan naik turun tidak stabil karena pada saat pukul 21:00 mulai surut dan mulai naik turun pasang surutnya. Dan pada saat puku 09:00 pagi pasang mulai terlihat secara perlahan.
Berikut ini grafik pasut yang telah diplotkan :
Dibandingkan dengan Data Pengamatan dari data sekunder yaitu :
Waktu Pengamatan (WIB)Ketinggian air (m)
14:000,9
15:000,9
15:300,9
16:000,9
17:000,8
18:000,7
19:000,6
20:000,5
21:000,4
22:000,4
23:000,5
24:000,5
01:000,6
02:000,6
03:000,7
04:000,6
05:000,6
06:000,5
07:000,4
08:000,4
09:000,4
10:000,5
11:000,6
12.000,7
Grafik di atas menunjukkan bahwa grafik di atas tidak jauh berbeda dengan data yang kelompok kami amati. Jenis  tipe pasang surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide). Karena pasang dan surutnya tidak stabil. Pada pukul 21.00 terlihat mulai surut, kemudian mulai pasang pada pukul 10:00 pagi.
GRAFIK PASANG SURUT
5.2. Pengukuran Arus
Pengamatan arus secara langsung dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010 sekitar pukul 15.00 WIB secara berkelompok dengan menggunakan peralatan antara lain : GPS, stopwatch, kompas, dan alat float tacking yang sederhana menggunakan topdal (dari pelampung bola). Kemudian cara kerjanya dengan mengamati arah pergerakan permukaan laut yang kemudian dicatat dengan GPS dengan waktu 5 menit sekali. Dalam pengamatan mungkin terdapat kekurangan dalam mengambil titik tracking karena adanya keterbatasan waktu.
Setelah didapat beberapa koodinat di beberapa titik tracking, maka selanjutnya koordinat yang paling selatan dan koordinat yang paling timur diurutkan dan dapat disusun pada tabel sebagai berikut :
NoSouthEast
1.06º44’03.1”108º35’11.2”
2.06º44’02.8”108º35’11.0”
3.06º44’02.1”108º35’10.9”
Kemudian diplotkan dalam kertas grafik yang memperlihatkan arah pergerakan arus. Grafik pergerakan arus dapat digambarkan pada grafik di bawah ini :
Dari gambar grafik yang telah diplotkan di atas, kemudian perlu menghitung variabel kecepatannya, yaitu dengan cara menghitung jarak tempuh arus selama selang waktu yang ditentukan yaitu selama  5 menit sekali dengan rumus kecepatan  :

Berikut perhitungannya:
Titik A (x,y) = (2.1 , 11.2)
Titik B (x,y) = (2.8, 11.0)
Titik C (x,y) = (3.1, 10,9)
Jarak titik A ke B dapat kita hitung AB = √(2.1-2.8)+ (11.2-11)2
= √0,49 + 0.4 = 1.1
Karena jarak AB masih dalam detik, maka kita ubah ke dalam meter dengan persamaan
1 menit = 1 mil = 1852 m.
Jadi, jarak dalam meter di dapat 33,95 m dengan selang waktu 5 menit ( 300 detik )
V AB =                   V =   =   0,113 m ∕ s
Jarak dari titik  B ke C dapat kita hitung BC = √(2.8-3.1)+ (11.0-10,9)2
= √0,09 + 0.01 = 0,31
V BC=  0,31m ∕ s
Setelah didapat beberapa nilai kecepatan arus di beberapa titik, kita bisa menghitung  kecepatan arus rata-ratanya dalam selang waktu praktikum pengukuran ( 5menit x 2 ), yaitu
v AB+ v BC =  0.113+0.31 =  0,212  m ∕ s
2                      2
Jadi dari perhitungan diatas didapat nilai kecepatan rata-rata arus saat pengukuran adalah  0,212 m ∕ s  dari arah barat menuju ke timur
Dari hasil pengolahan data , kita dapat melihat bahwa arus bergerak dari arah barat menuju timur, kita dapat melihat bahwa arus bergerak dari arah barat menuju timur. Seperti yang diketahui, pola arus di lautan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu; arus yang disebabkan akibat sebaran densitas air laut yang tidak merata, arus akibat pergerakan angin di permukaan dan arus yang ditimbulkan oleh pasang surut.
Pada praktikum kali ini dilaksanakan di pantai Pelabuhan Kejawanan Cirebon pada bulan Mei  yang berarti angin yang berhembus adalah angin yang dipengaruhi angin Muson Barat (bulan Oktober-Mei) yang menyebabkan Benua Australia musim panas, sehingga bertekanan rendah. Sedangkan Benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya tinggi.
Nampak gambar pada gambar di atas selama musim barat, Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi selatan, dan terlihat arus angin dari daratan Asia ke selatan bertemu dengan arus angin dari Australia yang ke utara berarti daerah perairan Cirebon, arah pergerakan arus laut  bergerak dari barat ke timur.

5.3.  Pengukuran Gelombang
No.Waktu PengamatanTinggi GelombangPeriode gelombang 5 meterArah gelombang
1.14.30 WIB40 cm2.28 detikMenuju Pantai
2.14.30 WIB24 cm2.39 detikMenuju Pantai
3.14.30 WIB24 cm2.59 detikMenuju Pantai
4.14.30 WIB20 cm2.72 detikMenuju Pantai
5.14.30 WIB20 cm2.52 detikMenuju Pantai
6.14.30 WIB20 cm2.82 detikMenuju Pantai
7.
8.
9.
10.
Rata-rata =24.67 cm2.55 detik
Tinggi Gelombang Signifikan :
v  33% x 6 = 1.8 (2)
Ø  Pembahasan Pengukuran Gelombang
Pengamatan gelombang secara langsung dilakukan pada sekitar pukul 14.30 WIB secara berkelompok dengan pola kerjasama dengan menggunakan peralatan antara lain: wave pole (papan kayu panjang 4 meter berskala tiap 20 cm) yang dibawahnya di kaitkan dengan karung beras berisi pasir yang berfungsi sebagai pemberat yang menstabilkan tegakkan wave pole, stopwatch yang berfungsi menghitung waktu, dan buku pencatat gelombang yang berfungsi mencatat hasil-hasil pengamatan. Pengamatan gelombang yang dilakukan yaitu mengukur tinggi gelombang dan menghitung periode gelombang.
Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan mengamati batas puncak gelombang dan batas lembah gelombang yang melewati wave pole yang kami letakkan di sekitar 30 meter dari garis pantai untuk kemudian dicatat. Perhitungan periode gelombang dilakukan dengan cara ; pertama, menentukan titik tetap dari letak wave pole dengan jarak 2 meter, 3 meter, 4 meter, dan 5 meter yang berfungsi sebagai acuan jarak untuk menentukan periode/waktu gelombang. Periode gelombang di hitung pada saat gelombang melewati wave pole sampai gelombang tersebut melewati batas titik tetap yang tadi telah ditentukan (perhitungan periode gelombang ini dilakukan sebanyak 5 kali ulangan).
Dalam melakukan setiap pengamatan, kami tidak secara sembarangan menentukan gelombang datang yang akan kami amati, akan tetapi kami menentukan gelombang berdasarkan kriteria tertentu yang di antaranya: gelombang tidak rusak terkena pengaruh dari gelombang lain (bertumbukan, belok), gelombang harus gelombang yang sempurna atau masih utuh / belum pecah, dan gelombang datang searah horizontal terhadap letak kami berdiri.
Dalam melakukan pengamatan gelombang, terdapat beberapa kendala yang terjadi, salah satunya yaitu wave pole kurang sempurna berdiri vertikal disebabkan kurangnya karung berisi pasir dan kuatnya gelombang serta arus yang membuat wave pole menjadi miring. Hal tersebut tentu saja mengganggu pengamatan kami dalam hal keakuratan hasil pengamatan gelombang yang kami dapatkan.

BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah praktikum dilaksanakan di Pantai Pelabuhan Kejawanan Cirebon pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 2010. Disana kami melakukan pengambilan data arus, pasang-surut, dan gelombang.
Dari pengolahan data tersebut kami peroleh hasil bahwa jenis perairan tersebut memiliki tipe pasang surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide), arus di perairan tersebut bergerak dari arah barat menuju timur karena angin dipengaruhi angin Muson Barat (bulan Oktober-Mei) yang menyebabkan Benua Australia musim panas, sehingga bertekanan rendah. Sedangkan Benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya tinggi. Gelombang pada perairan tersebut tidak terlalu besar karena topografi perairan yang landai merupakan perairan pantai utara yang tenang.

DAFTAR PUSTAKA
- Wibisono, M.S. (2005) Pengantar Ilmu Kelautan, Grasindo : Jakarta
-          Supangat, Agus. (2000) Pengantar Oseanografi, ITB : Bandung
-          Nontji, Anugerah, Dr. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
-          Triatmodjo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta
-          Triatmadja , Radianta. 2010. Teknik Pantaihttp://elisa.ugm.ac.id/ teknik pantai
-          Anonim, 2010. ARUS-LAUT http://thebloghub.com/pages/Aku-Cinta-Bahari/arus laut
-          Anonim, 2010. Gelombang-Laut.http://faiqun.edublogs.org/2008/04/13/gelombang-laut/
-          Anonim, 2010. Pasang Surut.http://www.geography.learnontheinternet.co.uk/pasang surut
-          Anonim, 2010. http://rageagainst.multiply.com/journal/item/35