Senin, 27 Februari 2012

Ketika geografi induk segala ilmu


Siapakah yang lebih berhak disebut induk segala ilmu? Orang Barat menyebut: filsafat.Ini karena filsafat dianggap kajian yang sangat mendasar, menyangkut eksistensi, pengetahuan, kebenaran, keelokan, keadilan, kepatutan, pikiran dan bahasa. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani kuno φιλοσοφία (philosophía), yang berarti "kecintakan pada kebijaksanaan."

Namun tak semua ilmuwan dan orang bijak sepakat dengan itu. Ketika filsafat semakin sering lepas dari dunia empiris, serta disinyalir justru digunakan untuk mengacau keimanan, orang mencoba mencari “induk” yang baru. Dan salah satu induk baru itu ternyata adalah: geografi. Geografi dianggap ilmu yang menghubungkan langit (yakni pengamatan astronomi dan meteorologi) dan bumi (geodesi dan geologi). Juga ilmu yang menghubungkan dunia hidup (biotik) dan mati (abiotik). Yang hiduppun mencakup flora, fauna dan manusia beserta interaksinya.
Dan yang lebih penting: geografi tidak cuma ilmu untuk memetakan dan memahami alam semesta di sekitar kita, namun juga untuk merubahnya sesuai kebutuhan kita.Berbeda dengan filsafat, geografi memiliki kegunaan praktis, baik di masa damai maupun di masa perang. Sampai hari ini, geografi mutlak diperlukan baik oleh wisatawan, perencana kota hingga panglima militer.

Dari sisi sejarah, para geografer pertama muncul hampir bersamaan dengan mereka yang dianggap filosof pertama. Anaximander dari Miletus (610 – 545 SM) dikenal sebagai pendiri geografi. Dia menemukan gnomon, alat sederhana untuk menentukan posisi lintang. Ada perdebatan tentang siapa penggagas mula bentuk bulat bumi: Parmenides atau Phytagoras. Anaxagoras berhasil membuktikan bentuk bulat bumi dari bayangan bumi saat gerhana bulan. Namun dia masih percaya bahwa bumi seperti cakram. Yang pertama mencoba menghitung radius bumi sebagai bola adalah Eratosthenes. Sedang Hipparchus menggagas lintang dan bujur serta membaginya dalam 60 unit (sexagesimal) sesuai matematika Babylonia saat itu. Pada awal milenia, penguasa Romawi-Mesir Jenderal Ptolomeus (83-168) membuat atlas yang pertama.

Selama zaman pertengahan dan kejatuhan Romawi, terjadi evolusi dari geografi Eropa ke dunia Islam. Tidak syak lagi, Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penjelajahan demi penjalajahan (QS 30-ar Ruum : 9). Para geografer muslim ternama dari Abu Zaid Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048), Ibnu Sina (980-1037), Muhammad al-Idrisi (1100–1165), Yaqut al-Hamawi (1179-1229), Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati Al Tanji Ibn Battutah (1305-1368) dan Abū Zayd ‘Abdu r-Rahman bin Muhammad bin Khaldūn Al-Hadrami, (1332-1406), menyediakan laporan-laporan detail dari penjelajahan mereka.

Namun tentu saja selembar peta sering berbicara lebih banyak dari jutaan kata-kata.Fenomena juga harus ditafsirkan dengan teori atau informasi yang dikenal sebelumnya. Untuk itulah para ilmuwan Islam menafsirkan ulang karya-karya sebelumnya baik dari Romawi, Yunani maupun India dan mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad untuk tujuan itu. Al-Balkhi bahkan mendirikan “Mazhab Balkhi” untuk pemetaan di Baghdad.

Al-Biruni menyediakan kerangka referensi dunia pemetaan. Dialah yang pertama kali menjelaskan tentang proyeksi polar-equi-azimutal equidistant, yang di Barat baru dipelajari lima abad setelahnya oleh Gerardus Mercator (1512-1594). Al-Biruni dikenal sebagai sosok yang paling terampil dalam soal pemetaan kota dan pengukuran jarak antar kota, yang dia lakukan untuk banyak kota di Timur Tengah dan anak benua India. Dia mengkombinasikan antara kemampuan astronomis dan matematika untuk mengembangkan berbagai cara menentukan posisi lintang dan bujur. Dia juga mengembangkan teknik untuk mengukur tingginya gunung maupun dalamnya lembah. Dia juga mendiskusikan tentang geografi manusia dan habitabilitas planet (syarat-syarat planet yang dapat dididami). Dia berhipotesa bahwa seperempat dari permukaan bumi dapat didiami oleh manusia.

Dia juga menghitung letak bujur dari kota Khwarizm dengan menggunakan tinggi maksimum matahari dan memecahkan persamaan geodetis kompleks untuk menghitung secara akurat jari-jari bumi yang sangat dekat dengan nilai modern.Metode al-Biruni ini berbeda dengan pendahulunya yang biasanya mengukur jari-jari bumi dengan mengamati matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda. Al-Biruni mengembangkan metode kalkulasi trigronometri berbasis sudut antara dataran dan puncak gunung yang dapat dilakukan secara akurat oleh satu orang dari satu lokasi saja.

John J. O'Connor dan Edmund F. Robertson menulis dalam MacTutor History of Mathematics archive"Important contributions to geodesy and geography were also made by Biruni. He introduced techniques to measure the earth and distances on it using triangulation. He found the radius of the earth to be 6339.6 km, a value not obtained in the West until the 16th century. His Masudic canon contains a table giving the coordinates of six hundred places, almost all of which he had direct knowledge."

Seiring dengan al-Biruni, Suhrab pada abad-10 membuat buku berisi koordinat-koordinat geografis serta instruksi untuk membuat peta dunia segi empat dengan proyeksi equi-rectangular atau cylindrical-equidistant. Sedang Ibnu Sina berhipotesa tentang sebab-sebab munculnya pegunungan secara geologis, apa yang sekarang disebut ilmu geomorfologi.

Dengan kerangka tersebut Al-Idrisi membuat peta dunia yang detail atas permintaan raja Roger di Sicilia, yang waktu itu dikuasai Islam. Peta al-Idrisi ini disebut di Barat “Tabula Rogeriana”. Peta ini masih berorientasi ke Selatan. Al-Hamawi menulis Kitab Mu'jam al-Buldan yang merupakan ensiklopedi geografi dunia yang dikenal hingga saat itu. Ibn Battutah membuat laporan geografi hingga pulau-pulau di Nusantara, yang Majapahit atau Sriwijayapun tidak meninggalkan catatan. Sementara itu Ibnu Khaldun menulis dalam kitab monumentalnya “Muqadimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi, termasuk klimatologi dan geografi manusia.

Geografer muslim dari Turki Mahmud al-Kasygari (1005-1102) menggambar peta dunia berbasiskan bahasa, dan ini pula yang dilakukan oleh Laksamana Utsmani Piri Rais (1465–1555) agar Sultan Sulayman I (al-Qanuni) dapat memerintah daulah khilafah dengan efisien.

Geografi di kalangan kaum muslimin masih bertahan ketika Khilafah masih menegakkan jihad. Begitu era jihad mengendur, antusiasme pada geografi pun mengendur. Kaum muslimin jadi kehilangan “kompas” dan wawasan mereka dalam peta geopolitik dunia.Akibatnya satu demi satu tanah air mereka lepas atau sumber dayanya diperas penjajah kafir.

Sumber:http://geomiau.multiply.com/journal/item/14/Ketika_geografi_induk_segala_ilmu (
oleh :Dr. Fahmi Amhar)

Ketika geografi induk segala ilmu


Siapakah yang lebih berhak disebut induk segala ilmu? Orang Barat menyebut: filsafat.Ini karena filsafat dianggap kajian yang sangat mendasar, menyangkut eksistensi, pengetahuan, kebenaran, keelokan, keadilan, kepatutan, pikiran dan bahasa. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani kuno φιλοσοφία (philosophía), yang berarti "kecintakan pada kebijaksanaan."

Namun tak semua ilmuwan dan orang bijak sepakat dengan itu. Ketika filsafat semakin sering lepas dari dunia empiris, serta disinyalir justru digunakan untuk mengacau keimanan, orang mencoba mencari “induk” yang baru. Dan salah satu induk baru itu ternyata adalah: geografi. Geografi dianggap ilmu yang menghubungkan langit (yakni pengamatan astronomi dan meteorologi) dan bumi (geodesi dan geologi). Juga ilmu yang menghubungkan dunia hidup (biotik) dan mati (abiotik). Yang hiduppun mencakup flora, fauna dan manusia beserta interaksinya.
Dan yang lebih penting: geografi tidak cuma ilmu untuk memetakan dan memahami alam semesta di sekitar kita, namun juga untuk merubahnya sesuai kebutuhan kita.Berbeda dengan filsafat, geografi memiliki kegunaan praktis, baik di masa damai maupun di masa perang. Sampai hari ini, geografi mutlak diperlukan baik oleh wisatawan, perencana kota hingga panglima militer.

Dari sisi sejarah, para geografer pertama muncul hampir bersamaan dengan mereka yang dianggap filosof pertama. Anaximander dari Miletus (610 – 545 SM) dikenal sebagai pendiri geografi. Dia menemukan gnomon, alat sederhana untuk menentukan posisi lintang. Ada perdebatan tentang siapa penggagas mula bentuk bulat bumi: Parmenides atau Phytagoras. Anaxagoras berhasil membuktikan bentuk bulat bumi dari bayangan bumi saat gerhana bulan. Namun dia masih percaya bahwa bumi seperti cakram. Yang pertama mencoba menghitung radius bumi sebagai bola adalah Eratosthenes. Sedang Hipparchus menggagas lintang dan bujur serta membaginya dalam 60 unit (sexagesimal) sesuai matematika Babylonia saat itu. Pada awal milenia, penguasa Romawi-Mesir Jenderal Ptolomeus (83-168) membuat atlas yang pertama.

Selama zaman pertengahan dan kejatuhan Romawi, terjadi evolusi dari geografi Eropa ke dunia Islam. Tidak syak lagi, Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penjelajahan demi penjalajahan (QS 30-ar Ruum : 9). Para geografer muslim ternama dari Abu Zaid Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048), Ibnu Sina (980-1037), Muhammad al-Idrisi (1100–1165), Yaqut al-Hamawi (1179-1229), Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati Al Tanji Ibn Battutah (1305-1368) dan Abū Zayd ‘Abdu r-Rahman bin Muhammad bin Khaldūn Al-Hadrami, (1332-1406), menyediakan laporan-laporan detail dari penjelajahan mereka.

Namun tentu saja selembar peta sering berbicara lebih banyak dari jutaan kata-kata.Fenomena juga harus ditafsirkan dengan teori atau informasi yang dikenal sebelumnya. Untuk itulah para ilmuwan Islam menafsirkan ulang karya-karya sebelumnya baik dari Romawi, Yunani maupun India dan mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad untuk tujuan itu. Al-Balkhi bahkan mendirikan “Mazhab Balkhi” untuk pemetaan di Baghdad.

Al-Biruni menyediakan kerangka referensi dunia pemetaan. Dialah yang pertama kali menjelaskan tentang proyeksi polar-equi-azimutal equidistant, yang di Barat baru dipelajari lima abad setelahnya oleh Gerardus Mercator (1512-1594). Al-Biruni dikenal sebagai sosok yang paling terampil dalam soal pemetaan kota dan pengukuran jarak antar kota, yang dia lakukan untuk banyak kota di Timur Tengah dan anak benua India. Dia mengkombinasikan antara kemampuan astronomis dan matematika untuk mengembangkan berbagai cara menentukan posisi lintang dan bujur. Dia juga mengembangkan teknik untuk mengukur tingginya gunung maupun dalamnya lembah. Dia juga mendiskusikan tentang geografi manusia dan habitabilitas planet (syarat-syarat planet yang dapat dididami). Dia berhipotesa bahwa seperempat dari permukaan bumi dapat didiami oleh manusia.

Dia juga menghitung letak bujur dari kota Khwarizm dengan menggunakan tinggi maksimum matahari dan memecahkan persamaan geodetis kompleks untuk menghitung secara akurat jari-jari bumi yang sangat dekat dengan nilai modern.Metode al-Biruni ini berbeda dengan pendahulunya yang biasanya mengukur jari-jari bumi dengan mengamati matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda. Al-Biruni mengembangkan metode kalkulasi trigronometri berbasis sudut antara dataran dan puncak gunung yang dapat dilakukan secara akurat oleh satu orang dari satu lokasi saja.

John J. O'Connor dan Edmund F. Robertson menulis dalam MacTutor History of Mathematics archive"Important contributions to geodesy and geography were also made by Biruni. He introduced techniques to measure the earth and distances on it using triangulation. He found the radius of the earth to be 6339.6 km, a value not obtained in the West until the 16th century. His Masudic canon contains a table giving the coordinates of six hundred places, almost all of which he had direct knowledge."

Seiring dengan al-Biruni, Suhrab pada abad-10 membuat buku berisi koordinat-koordinat geografis serta instruksi untuk membuat peta dunia segi empat dengan proyeksi equi-rectangular atau cylindrical-equidistant. Sedang Ibnu Sina berhipotesa tentang sebab-sebab munculnya pegunungan secara geologis, apa yang sekarang disebut ilmu geomorfologi.

Dengan kerangka tersebut Al-Idrisi membuat peta dunia yang detail atas permintaan raja Roger di Sicilia, yang waktu itu dikuasai Islam. Peta al-Idrisi ini disebut di Barat “Tabula Rogeriana”. Peta ini masih berorientasi ke Selatan. Al-Hamawi menulis Kitab Mu'jam al-Buldan yang merupakan ensiklopedi geografi dunia yang dikenal hingga saat itu. Ibn Battutah membuat laporan geografi hingga pulau-pulau di Nusantara, yang Majapahit atau Sriwijayapun tidak meninggalkan catatan. Sementara itu Ibnu Khaldun menulis dalam kitab monumentalnya “Muqadimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi, termasuk klimatologi dan geografi manusia.

Geografer muslim dari Turki Mahmud al-Kasygari (1005-1102) menggambar peta dunia berbasiskan bahasa, dan ini pula yang dilakukan oleh Laksamana Utsmani Piri Rais (1465–1555) agar Sultan Sulayman I (al-Qanuni) dapat memerintah daulah khilafah dengan efisien.

Geografi di kalangan kaum muslimin masih bertahan ketika Khilafah masih menegakkan jihad. Begitu era jihad mengendur, antusiasme pada geografi pun mengendur. Kaum muslimin jadi kehilangan “kompas” dan wawasan mereka dalam peta geopolitik dunia.Akibatnya satu demi satu tanah air mereka lepas atau sumber dayanya diperas penjajah kafir.

Sumber:http://geomiau.multiply.com/journal/item/14/Ketika_geografi_induk_segala_ilmu (
oleh :Dr. Fahmi Amhar)

Ketika geografi induk segala ilmu


Siapakah yang lebih berhak disebut induk segala ilmu? Orang Barat menyebut: filsafat.Ini karena filsafat dianggap kajian yang sangat mendasar, menyangkut eksistensi, pengetahuan, kebenaran, keelokan, keadilan, kepatutan, pikiran dan bahasa. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani kuno φιλοσοφία (philosophía), yang berarti "kecintakan pada kebijaksanaan."

Namun tak semua ilmuwan dan orang bijak sepakat dengan itu. Ketika filsafat semakin sering lepas dari dunia empiris, serta disinyalir justru digunakan untuk mengacau keimanan, orang mencoba mencari “induk” yang baru. Dan salah satu induk baru itu ternyata adalah: geografi. Geografi dianggap ilmu yang menghubungkan langit (yakni pengamatan astronomi dan meteorologi) dan bumi (geodesi dan geologi). Juga ilmu yang menghubungkan dunia hidup (biotik) dan mati (abiotik). Yang hiduppun mencakup flora, fauna dan manusia beserta interaksinya.
Dan yang lebih penting: geografi tidak cuma ilmu untuk memetakan dan memahami alam semesta di sekitar kita, namun juga untuk merubahnya sesuai kebutuhan kita.Berbeda dengan filsafat, geografi memiliki kegunaan praktis, baik di masa damai maupun di masa perang. Sampai hari ini, geografi mutlak diperlukan baik oleh wisatawan, perencana kota hingga panglima militer.

Dari sisi sejarah, para geografer pertama muncul hampir bersamaan dengan mereka yang dianggap filosof pertama. Anaximander dari Miletus (610 – 545 SM) dikenal sebagai pendiri geografi. Dia menemukan gnomon, alat sederhana untuk menentukan posisi lintang. Ada perdebatan tentang siapa penggagas mula bentuk bulat bumi: Parmenides atau Phytagoras. Anaxagoras berhasil membuktikan bentuk bulat bumi dari bayangan bumi saat gerhana bulan. Namun dia masih percaya bahwa bumi seperti cakram. Yang pertama mencoba menghitung radius bumi sebagai bola adalah Eratosthenes. Sedang Hipparchus menggagas lintang dan bujur serta membaginya dalam 60 unit (sexagesimal) sesuai matematika Babylonia saat itu. Pada awal milenia, penguasa Romawi-Mesir Jenderal Ptolomeus (83-168) membuat atlas yang pertama.

Selama zaman pertengahan dan kejatuhan Romawi, terjadi evolusi dari geografi Eropa ke dunia Islam. Tidak syak lagi, Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penjelajahan demi penjalajahan (QS 30-ar Ruum : 9). Para geografer muslim ternama dari Abu Zaid Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048), Ibnu Sina (980-1037), Muhammad al-Idrisi (1100–1165), Yaqut al-Hamawi (1179-1229), Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati Al Tanji Ibn Battutah (1305-1368) dan Abū Zayd ‘Abdu r-Rahman bin Muhammad bin Khaldūn Al-Hadrami, (1332-1406), menyediakan laporan-laporan detail dari penjelajahan mereka.

Namun tentu saja selembar peta sering berbicara lebih banyak dari jutaan kata-kata.Fenomena juga harus ditafsirkan dengan teori atau informasi yang dikenal sebelumnya. Untuk itulah para ilmuwan Islam menafsirkan ulang karya-karya sebelumnya baik dari Romawi, Yunani maupun India dan mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad untuk tujuan itu. Al-Balkhi bahkan mendirikan “Mazhab Balkhi” untuk pemetaan di Baghdad.

Al-Biruni menyediakan kerangka referensi dunia pemetaan. Dialah yang pertama kali menjelaskan tentang proyeksi polar-equi-azimutal equidistant, yang di Barat baru dipelajari lima abad setelahnya oleh Gerardus Mercator (1512-1594). Al-Biruni dikenal sebagai sosok yang paling terampil dalam soal pemetaan kota dan pengukuran jarak antar kota, yang dia lakukan untuk banyak kota di Timur Tengah dan anak benua India. Dia mengkombinasikan antara kemampuan astronomis dan matematika untuk mengembangkan berbagai cara menentukan posisi lintang dan bujur. Dia juga mengembangkan teknik untuk mengukur tingginya gunung maupun dalamnya lembah. Dia juga mendiskusikan tentang geografi manusia dan habitabilitas planet (syarat-syarat planet yang dapat dididami). Dia berhipotesa bahwa seperempat dari permukaan bumi dapat didiami oleh manusia.

Dia juga menghitung letak bujur dari kota Khwarizm dengan menggunakan tinggi maksimum matahari dan memecahkan persamaan geodetis kompleks untuk menghitung secara akurat jari-jari bumi yang sangat dekat dengan nilai modern.Metode al-Biruni ini berbeda dengan pendahulunya yang biasanya mengukur jari-jari bumi dengan mengamati matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda. Al-Biruni mengembangkan metode kalkulasi trigronometri berbasis sudut antara dataran dan puncak gunung yang dapat dilakukan secara akurat oleh satu orang dari satu lokasi saja.

John J. O'Connor dan Edmund F. Robertson menulis dalam MacTutor History of Mathematics archive"Important contributions to geodesy and geography were also made by Biruni. He introduced techniques to measure the earth and distances on it using triangulation. He found the radius of the earth to be 6339.6 km, a value not obtained in the West until the 16th century. His Masudic canon contains a table giving the coordinates of six hundred places, almost all of which he had direct knowledge."

Seiring dengan al-Biruni, Suhrab pada abad-10 membuat buku berisi koordinat-koordinat geografis serta instruksi untuk membuat peta dunia segi empat dengan proyeksi equi-rectangular atau cylindrical-equidistant. Sedang Ibnu Sina berhipotesa tentang sebab-sebab munculnya pegunungan secara geologis, apa yang sekarang disebut ilmu geomorfologi.

Dengan kerangka tersebut Al-Idrisi membuat peta dunia yang detail atas permintaan raja Roger di Sicilia, yang waktu itu dikuasai Islam. Peta al-Idrisi ini disebut di Barat “Tabula Rogeriana”. Peta ini masih berorientasi ke Selatan. Al-Hamawi menulis Kitab Mu'jam al-Buldan yang merupakan ensiklopedi geografi dunia yang dikenal hingga saat itu. Ibn Battutah membuat laporan geografi hingga pulau-pulau di Nusantara, yang Majapahit atau Sriwijayapun tidak meninggalkan catatan. Sementara itu Ibnu Khaldun menulis dalam kitab monumentalnya “Muqadimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi, termasuk klimatologi dan geografi manusia.

Geografer muslim dari Turki Mahmud al-Kasygari (1005-1102) menggambar peta dunia berbasiskan bahasa, dan ini pula yang dilakukan oleh Laksamana Utsmani Piri Rais (1465–1555) agar Sultan Sulayman I (al-Qanuni) dapat memerintah daulah khilafah dengan efisien.

Geografi di kalangan kaum muslimin masih bertahan ketika Khilafah masih menegakkan jihad. Begitu era jihad mengendur, antusiasme pada geografi pun mengendur. Kaum muslimin jadi kehilangan “kompas” dan wawasan mereka dalam peta geopolitik dunia.Akibatnya satu demi satu tanah air mereka lepas atau sumber dayanya diperas penjajah kafir.

Sumber:http://geomiau.multiply.com/journal/item/14/Ketika_geografi_induk_segala_ilmu (
oleh :Dr. Fahmi Amhar)

Selasa, 21 Februari 2012

Letusan Gunungapi

Letusan Gunung Berapi

Kali ini saya akan bercerita tentang gunung berapi. Hal ini sejalan dengan hatiku yang sedang berapi-api, hahaha... (aya-aya wae). Sebenarnya hal ini didorong oleh rasa keingintahuanku tentang apa saja jenis-jenis letusan gunung berapi.. Sebelumnya saya hanya tahu bila gunung meletus maka akan terjadi semburan material ke udara diiringi oleh awan panas (wedhus gembel).. Nah, ternyata gunung berapi itu memiliki berbagai tipe letusan..

Terlebih dulu, kita harus tahu apa itu gunung berapi. Berdasarkan defenisi dari Wikipedia,
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.


So, kita akan mengenal tipe letusan gunung berapi. Berdasarkan kekentalan magma, tekanan gas, kedalaman dapur magma, dan material yang dikeluarkannya, letusan gunung api dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu:
1. Letusan Tipe Hawaii
Tipe Hawaii

Letusan tipe hawaii terjadi karena lava yang keluar dari kawah sangat cair, sehingga mudah mengalir ke segala arah. Sifat lava yang sangat cair ini menghasilkan bentuk seperti perisai atau tameng. Contoh: Gunung Maona Loa, Maona Kea, dan Kilauea di Hawaii.

2. Letusan Tipe Stromboli
Tipe Stromboli

Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Gunung api stromboli di Kepulauan Lipari tenggang waktu letusannya ± 12 menit. Jadi, setiap ±12 menit terjadi letusan yang memuntahkan material, bom, lapili, dan abu. Contoh gunung api bertipe stromboli adalah Gunung Vesuvius (Italia) dan Gunung Raung (Jawa).

3. Letusan Tipe Vulkano
Tipe Volkano

Letusan tipe ini mengeluarkan material padat, seperti bom, abu, lapili, serta bahan-bahan padat dan cair atau lava. Letusan tipe ini didasarkan atas kekuatan erupsi dan kedalaman dapur magmanya. Contoh: Gunung Vesuvius dan Etna di Italia, serta Gunung Semeru di Jawa Timur.

4. Letusan Tipe Merapi
Tipe Merapi

Letusan tipe ini mengeluarkan lava kental sehingga menyumbat mulut kawah. Akibatnya, tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya.

5. Letusan Tipe Perret atau Plinian
Tipe Perret atau Plinian
Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot. Contoh: Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883 dan St. Helens yang meletus pada tanggal 18 Mei 1980.
Gunung Krakatau
  
6. Letusan Tipe Pelee
Tipe Pelee

Letusan tipe ini biasa terjadi jika terdapat penyumbatan kawah di puncak gunung api yang bentuknya seperti jarum, sehingga menyebabkan tekanan gas menjadi bertambah besar. Apabila penyumbatan kawah tidak kuat, gunung tersebut meletus.

7. Letusan Tipe Sint Vincent
Tipe Sint Vincent
Letusan tipe ini menyebabkan air danau kawah akan tumpah bersama lava. Letusan ini mengakibatkan daerah di sekitar gunung tersebut akan diterjang lahar panas yang sangat berbahaya. Contoh: Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1919 dan Gunung Sint Vincent yang meletus pada tahun 1902.

Berkaitan dengan letusan gunung merapi saat ini, apa benar letusannya termasuk tipe merapi?. Pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta, Sari Bahagiarti, mengatakan bahwa Letusan Gunung Merapi yang sering terjadi adalah tipe letusan kombinasi Piropilastika yakni letusan gunung yang memuntahkan materi vulkanik dan awan panas yaitu kerikil maupun pasir halus. Letusan Gunung Merapi kali ini hampir sama dengan letusan Gunung Merapi pada 1930 silam. "Berdasarkan catatan sejarah di tata dasar gunung api, letusan pada 1930 merupakan letusan yang paling besar yang menewaskan 300 jiwa dengan jarak luncur awan panas atau `wedus gembel` mencapai 12 kilometer dan itu merupakan jarak luncur paling jauh," katanya.

Letusan Gunungapi

Letusan Gunung Berapi

Kali ini saya akan bercerita tentang gunung berapi. Hal ini sejalan dengan hatiku yang sedang berapi-api, hahaha... (aya-aya wae). Sebenarnya hal ini didorong oleh rasa keingintahuanku tentang apa saja jenis-jenis letusan gunung berapi.. Sebelumnya saya hanya tahu bila gunung meletus maka akan terjadi semburan material ke udara diiringi oleh awan panas (wedhus gembel).. Nah, ternyata gunung berapi itu memiliki berbagai tipe letusan..

Terlebih dulu, kita harus tahu apa itu gunung berapi. Berdasarkan defenisi dari Wikipedia,
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.


So, kita akan mengenal tipe letusan gunung berapi. Berdasarkan kekentalan magma, tekanan gas, kedalaman dapur magma, dan material yang dikeluarkannya, letusan gunung api dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu:
1. Letusan Tipe Hawaii
Tipe Hawaii

Letusan tipe hawaii terjadi karena lava yang keluar dari kawah sangat cair, sehingga mudah mengalir ke segala arah. Sifat lava yang sangat cair ini menghasilkan bentuk seperti perisai atau tameng. Contoh: Gunung Maona Loa, Maona Kea, dan Kilauea di Hawaii.

2. Letusan Tipe Stromboli
Tipe Stromboli

Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Gunung api stromboli di Kepulauan Lipari tenggang waktu letusannya ± 12 menit. Jadi, setiap ±12 menit terjadi letusan yang memuntahkan material, bom, lapili, dan abu. Contoh gunung api bertipe stromboli adalah Gunung Vesuvius (Italia) dan Gunung Raung (Jawa).

3. Letusan Tipe Vulkano
Tipe Volkano

Letusan tipe ini mengeluarkan material padat, seperti bom, abu, lapili, serta bahan-bahan padat dan cair atau lava. Letusan tipe ini didasarkan atas kekuatan erupsi dan kedalaman dapur magmanya. Contoh: Gunung Vesuvius dan Etna di Italia, serta Gunung Semeru di Jawa Timur.

4. Letusan Tipe Merapi
Tipe Merapi

Letusan tipe ini mengeluarkan lava kental sehingga menyumbat mulut kawah. Akibatnya, tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya.

5. Letusan Tipe Perret atau Plinian
Tipe Perret atau Plinian
Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot. Contoh: Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883 dan St. Helens yang meletus pada tanggal 18 Mei 1980.
Gunung Krakatau
  
6. Letusan Tipe Pelee
Tipe Pelee

Letusan tipe ini biasa terjadi jika terdapat penyumbatan kawah di puncak gunung api yang bentuknya seperti jarum, sehingga menyebabkan tekanan gas menjadi bertambah besar. Apabila penyumbatan kawah tidak kuat, gunung tersebut meletus.

7. Letusan Tipe Sint Vincent
Tipe Sint Vincent
Letusan tipe ini menyebabkan air danau kawah akan tumpah bersama lava. Letusan ini mengakibatkan daerah di sekitar gunung tersebut akan diterjang lahar panas yang sangat berbahaya. Contoh: Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1919 dan Gunung Sint Vincent yang meletus pada tahun 1902.

Berkaitan dengan letusan gunung merapi saat ini, apa benar letusannya termasuk tipe merapi?. Pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta, Sari Bahagiarti, mengatakan bahwa Letusan Gunung Merapi yang sering terjadi adalah tipe letusan kombinasi Piropilastika yakni letusan gunung yang memuntahkan materi vulkanik dan awan panas yaitu kerikil maupun pasir halus. Letusan Gunung Merapi kali ini hampir sama dengan letusan Gunung Merapi pada 1930 silam. "Berdasarkan catatan sejarah di tata dasar gunung api, letusan pada 1930 merupakan letusan yang paling besar yang menewaskan 300 jiwa dengan jarak luncur awan panas atau `wedus gembel` mencapai 12 kilometer dan itu merupakan jarak luncur paling jauh," katanya.

Letusan Gunungapi

Letusan Gunung Berapi

Kali ini saya akan bercerita tentang gunung berapi. Hal ini sejalan dengan hatiku yang sedang berapi-api, hahaha... (aya-aya wae). Sebenarnya hal ini didorong oleh rasa keingintahuanku tentang apa saja jenis-jenis letusan gunung berapi.. Sebelumnya saya hanya tahu bila gunung meletus maka akan terjadi semburan material ke udara diiringi oleh awan panas (wedhus gembel).. Nah, ternyata gunung berapi itu memiliki berbagai tipe letusan..

Terlebih dulu, kita harus tahu apa itu gunung berapi. Berdasarkan defenisi dari Wikipedia,
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.


So, kita akan mengenal tipe letusan gunung berapi. Berdasarkan kekentalan magma, tekanan gas, kedalaman dapur magma, dan material yang dikeluarkannya, letusan gunung api dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu:
1. Letusan Tipe Hawaii
Tipe Hawaii

Letusan tipe hawaii terjadi karena lava yang keluar dari kawah sangat cair, sehingga mudah mengalir ke segala arah. Sifat lava yang sangat cair ini menghasilkan bentuk seperti perisai atau tameng. Contoh: Gunung Maona Loa, Maona Kea, dan Kilauea di Hawaii.

2. Letusan Tipe Stromboli
Tipe Stromboli

Letusan tipe ini bersifat spesifik, yaitu letusan-letusannya terjadi dengan interval atau tenggang waktu yang hampir sama. Gunung api stromboli di Kepulauan Lipari tenggang waktu letusannya ± 12 menit. Jadi, setiap ±12 menit terjadi letusan yang memuntahkan material, bom, lapili, dan abu. Contoh gunung api bertipe stromboli adalah Gunung Vesuvius (Italia) dan Gunung Raung (Jawa).

3. Letusan Tipe Vulkano
Tipe Volkano

Letusan tipe ini mengeluarkan material padat, seperti bom, abu, lapili, serta bahan-bahan padat dan cair atau lava. Letusan tipe ini didasarkan atas kekuatan erupsi dan kedalaman dapur magmanya. Contoh: Gunung Vesuvius dan Etna di Italia, serta Gunung Semeru di Jawa Timur.

4. Letusan Tipe Merapi
Tipe Merapi

Letusan tipe ini mengeluarkan lava kental sehingga menyumbat mulut kawah. Akibatnya, tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya.

5. Letusan Tipe Perret atau Plinian
Tipe Perret atau Plinian
Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot. Contoh: Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883 dan St. Helens yang meletus pada tanggal 18 Mei 1980.
Gunung Krakatau
  
6. Letusan Tipe Pelee
Tipe Pelee

Letusan tipe ini biasa terjadi jika terdapat penyumbatan kawah di puncak gunung api yang bentuknya seperti jarum, sehingga menyebabkan tekanan gas menjadi bertambah besar. Apabila penyumbatan kawah tidak kuat, gunung tersebut meletus.

7. Letusan Tipe Sint Vincent
Tipe Sint Vincent
Letusan tipe ini menyebabkan air danau kawah akan tumpah bersama lava. Letusan ini mengakibatkan daerah di sekitar gunung tersebut akan diterjang lahar panas yang sangat berbahaya. Contoh: Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1919 dan Gunung Sint Vincent yang meletus pada tahun 1902.

Berkaitan dengan letusan gunung merapi saat ini, apa benar letusannya termasuk tipe merapi?. Pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta, Sari Bahagiarti, mengatakan bahwa Letusan Gunung Merapi yang sering terjadi adalah tipe letusan kombinasi Piropilastika yakni letusan gunung yang memuntahkan materi vulkanik dan awan panas yaitu kerikil maupun pasir halus. Letusan Gunung Merapi kali ini hampir sama dengan letusan Gunung Merapi pada 1930 silam. "Berdasarkan catatan sejarah di tata dasar gunung api, letusan pada 1930 merupakan letusan yang paling besar yang menewaskan 300 jiwa dengan jarak luncur awan panas atau `wedus gembel` mencapai 12 kilometer dan itu merupakan jarak luncur paling jauh," katanya.

LETUSAN GUNUNG VESUVIUS 79 M




1. Umum
Vesuvius
Vesuvius from Pompeii.jpgVesuvius dilihat dari kota Pompeii
1.281 m
Koordinat:
Lokasi:
Letusan terakhir:
Hari ini hampir 2000 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 24 Agustus tahun 79, terjadi letusan dahsyat gunung Vesuvius tak jauh dari ujung selatan Italia tepatnya di sebelah Timur Kota Napoli. Konon letusan itu adalah yang pertama setelah gunung api tersebut tertidur lelap selama berabad-abad.
 


Gunung Vesuvius yang menurut legenda berarti “Putra Ves/Zeus” alias Hercules, terletak di kawasan Campagnia dekat Teluk Napoli, tak jauh dari kota industri dan perdagangan Pompeii yang ketika itu berpenduduk lebih dari 20 ribu jiwa. Tak jauh dari sana juga terdapat kota peristirahatan musim panas, Herculaneum.

2. Kronologis Letusan
Di Kota Pompeii, telah lama terbiasa dengan getaran kecil, namun pada 5 Februari 62terjadi gempa bumi yang hebat yang menimbulkan kerusakan yang cukup besar di sekitar teluk itu dan khususnya terhadap Pompeii. Sebagian dari kerusakan itu masih belum diperbaiki ketika gunung berapi itu meletus. Namun, ini mungkin merupakan sebuah gempatektonik daripada gempa yang disebabkan oleh meningkatnya magma yang terdapat di dalam gunung berapi.
Sebuah gempa lainnya, yang lebih ringan, terjadi pada 64; peristiwa ini dicatat olehSuetonius dalam biografinya tentang Nero. Penulis Plinius Muda menulis bahwa getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan karena sering terjadi di Campania". Pada awal Agustus tahun 79, mata air dan sumur-sumur mongering. Getaran-getaran gempa ringan mulai terjadi pada 20 Agustus 79, dan menjadi semakin sering pada empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak disadari orang, dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan gunung berapi yang mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut, mengubur Pompeii dan daerah-daerah pemukiman lainnya. Kebetulan tanggal itu bertepatan dengan Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.
Dari sekitar 35 km dari gunung berapi itu, terlihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di atas Gn. Vesuvius: sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti pohon pinus muncul dari mulut gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu dengan segera menuruni lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di sekitarnya, termasuk laut yang di dekatnya.
"Awan" yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu yang meletus dari sebuah vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh suatu "gempa bumi", sebuah gejala yang disebut oleh para geologiwan modern sebagai tsunami.
Gambarannya lalu beralih kepada fakta bahwa matahari tertutup oleh letusan itu dan siang hari menjadi gelap gulita. Penduduk Pompeii panik dan mulai mengungsi ke luar kota, menyisakan 2000 orang yang masih bertahan dalam lubang-lubang persembunyian menanti letusan gunung berakhir. Tapi selambat-lambatnya pada keesokan harinya, mereka tewas karena keracunan setelah menghirup gas dan abu vulkanis. Sementara Herculaneum sementara masih terselamatkan pada fase awal karena angin bertiup dari arah Barat. Tetapi penduduk Herculaneum yang sesungguhnya terletak lebih dekat dengan Vesuvius, tak sempat lega terlalu lama. Gumpalan abu dan gas diikuti oleh letusan lava dan bebatuan menenggelamkan kota itu hingga lebih dari 20 meter. Suhu yang mencapai 400 derajat Celcius membuat benda organik seperti tubuh manusia menghangus, atau bahkan meledak.
 

Letusan berlangsung selama hampir 24 jam, di mana Vesuvius melepaskan 4 kilometer kubik kandungannya, terutama abu dan bebatuan. Kawasan yang menderita kerusakan paling parah adalah kawasan di selatan dan tenggara gunung itu. Jumlah keseluruhan korban yang meninggal dunia mencapai 10 ribu orang.
Vesuvius kini masih berdiri tegak. Ia masih sempat meletus puluhan kali hingga terakhir kalinya pada tahun 1944. Walaupun tinggi puncaknya saat ini hanya 1281 meter dari permukaan laut, satu-satunya gunung berapi benua Eropa yang masih aktif ini akan selalu mengingatkan akan ganasnya alam yang dapat memusnahkan sebuah kota
3. Tipe Letusan Vesuvius
Vesuvius meledak, menghamburkan gumpalan abu tebal yang bisa digambarkan menyerupai jamur atau pohon cemara. Seperti digambarkan Pliny The Younger, filsuf yang sedang berada di Teluk Napoli pada saat letusan terjadi, abu terlempar jauh tinggi ke atas seperti batang, lalu melebar dan akhirnya berhamburan ke bumi. Tinggi semburan ini diduga mencapai 30 kilometer, dan selama hampir 12 jam kemudian, Pompeii seperti dilapisi abu dan kerikil vulkanis setebal beberapa sentimeter.

Letusan gunung ini tergolong pada letusan Perret atau Plinian. Letusan tipe ini sangat berbahaya dan sangat merusak lingkungan. Material yang dilemparkan pada letusan tipe ini mencapai ketinggian sekitar 80 km. Letusan tipe ini dapat melemparkan kepundan atau membobol puncak gunung, sehingga dinding kawah melorot.
4. Kajian Geologi : Gempa Bumi, Longsor dan Kerusakan akibat letusan Gunung Berapi
Sebuah bidang penelitian penting saat ini berkaitan dengan struktur-struktur, yang kini sedang diperbaiki, pada masa letusan (kemungkinan rusak pada waktu gempa di tahun 62). Sebagian dari lukisan-lukisan tua yang rusak agaknya tertutup dengan lukisan-lukisan yang lebih baru, dan alat-alat modern digunakan untuk menemukan kembali gambaran dari fresko-fresko yang telah lama tersembunyi. Alasan tentang mengapa struktur-struktur ini masih diperbaiki 10 tahun setelah letusan itu adalah kenyataan bahwa frekuensi ledakan menjelang ledakan yang hebat itu semakin kecil.
Kebanyakan penggalian arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada peristiwa vulkanik tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian Pompeii yang lebih tua dan contoh-contoh utama dari pengeboran-pengeboran di dekatnya telah menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum terjadinya ledakan yang terkenal itu, karenaada tiga lapisan sedimen yang terletak di bawah kota itu yang ditemukan di atas lapisan lava. Bercampur dengan sedimen ini ditemukan pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari tulang-tulang binatang, potongan-potongan keramik dan potongan-potongan tumbuhan. Dengan menggunakan penanggalan karbon, lapisan yang tertua diperkirakan berasal dari abad ke-8 SM, sekitar masa pendirian kota itu. Dua lapisan lainnya dipisahkan dari lapisan-lapisan lainnya dengan lapisan tanah yang dikembangkan dengan baik atau merupakan jalan yang dibuat orang Romawi pada sekitar abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM. Teori di balik lapisan-lapisan dari beraneka sedimen ini adalah tanah longsor yang hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun berkepanjangan.
Pada penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan untuk mengisi ruang-ruang kosong itu dengan semen. Apa yang dihasilkan adalah bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga Pompeii) yang gagal melarikan diri, dalam saat-saat terakhir hidup mereka.
Para geologiwan telah menggunakan sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan serpihan-serpihan yang ditemukan di Pompeii untuk memperkirakan temperatur aliran piroklaktik yang mengubur kota itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku kembali, mineral magnetik dalam batu itu mencatat arah bidang magnet Bumi. Bila bahan itu dipanaskan melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai temperatur Curie, bidang magnetnya mungkin akan dimodivikasi atau sama sekali diatur kembali.
Analisis terhadap lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti atap genting, menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika muncul dari mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C pada saat tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami temperatur antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan temperatur yang lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan bahwa guncangan mungkin telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam awan debu itu.
DAFTAR PUSTAKA
http://volcano.und.nodak.edu http://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Vesuvius
pdfdatabase.com/peta-topografi-mountvesuvius.html